Zac, anakku sayang.. Pertama-tama mama mau minta maaf pagi
ini harus seperti ini. I’ve tried my best
but I know you deserve more..
Tenggorokanku masih tercekat, menahan kemarahan, kesedihan,
kehancuran hati. Setiap melihat kamu seakan membenciku, melihat kamu berteriak
nggak sayang sama aku. Aku tau kamu hanya marah, aku tau kamu nggak berniat menjudge, aku tau kamu tau apa kesalahanmu,
aku tau kamu tau apa kesalahanku.
Ada rasa lega kamu bisa tumbuh jadi anak yang merasa aman
mengutarakan perasaanmu sejujurnya. Hal yang sedari kecil aku pengen menjadi
adalah jadi anak seperti kamu sekarang ini. Meski sering terasa sakit dalam
hati ketika kamu bilang nggak sayang mama. Tapi aku tau, mama tau, Zac sayang
sekali sama aku. Iya kan?
Dulu saat kecil, aku nggak pernah membenci Bapak dan Ibuk. Sampe
saat ini pun aku dewasa, aku nggak pernah nggak sayang mereka. Meski beberapa
hal yang pernah dilakukan membuatku marah, tapi aku nggak pernah bilang aku
nggak sayang mereka. Seingatku, aku sudah mengerti bahwa kata-kata seperti itu
akan membuat mereka sedih. Jadi diriku kecil, sampe diriku sedewasa ini dan
menjadi seorang Ibu, aku nggak pernah mengatakan hal seperti itu ke mereka. If I can tell you what kind of our parent-child is : never express love, no bonding, never
apologize, one-way communication: parents must be heard-children must listen.
Saat punya kamu, aku belajar dengan menggali diriku lebih
dalam. Apa yang sebaiknya aku lakukan dan tidak. Banyak sekali hal terungkit
kembali. Memori masa kecil yang tidak nyaman untuk dikenang. Aku tau itu sudah
berlalu. Aku nggak pernah minta masa lalu itu ditebus sama sekali pun. Tapi rasa
nggak nyaman ini bener-bener nyata. Ketika aku nggak ingin mengulang yang
bagiku sebuah kesalahan orang tua di masa lalu, dalam hati rasanya tercekat. Ada
yang mencekikku, masa laluku itu sendiri.
Aku rasa semua orang tua juga punya perasaan yang sama. Aku rasa
kita semua belajar menjadi orang tua dengan menggali perasaan masa kecil kita. Apa
yang dulu kita rasa nggak ingin diperlakukan, nggak akan kita lakukan ke anak.
Sedangkan apa yang kita rasa sudah benar ditanamkan ketika kita kecil, kita
tanamkan pula dengan lebih baik ke anak. Semua harapan kita punya dasar yang
sama, ingin memberikan lebih baik dari yang pernah kita dapatkan dulu. Dan menginginkan
anak kita lebih baik dari diri kita.
Diriku yang dewasa bilang, “ayo chel, belajar. Jangan mengeluarkan
kata-kata kasar ya. Jangan pukul ya. Jangan cubit. Jangan sakitin Zac”. Lalu kamu
nggak koperatif, kamu melawanku. Kamu berteriak, kamu membanting barang, kamu
memukul mama didepan orang lain. Seakan kamu ngerasa akan ada yang membela,
seakan kamu ngerasa aku akan sungkan untuk marah didepan orang lain. Nggak sakit
sama sekali secara fisik. Tapi dalam hatiku kayak ada ingatan-ingatan rasa
sakit yang sangat nyata, when they yell
at me, hit me, pinch me, hurt me physically and verbally.
Dalam hatiku pengen memproyeksikan gambaran tentang ingatan
akan kejadian-kejadian yang terungkit dan menimbulkan rasa nggak nyaman itu
agar kamu tau, lihat, dan mengerti, bahwa aku pernah mendapat perlakuan tidak
baik lho saat jadi kamu, dan aku sekarang nggak melakukan hal yang sama lho.
Nihh, I gave you my best. I am the best
mother for you. You should be a nice boy. Because I am a nice girl even I used
to not get the best from my parents.
Aku nggak akan terlalu dengerin kata orang Zac, itu yang
bikin aku bisa kuat, bertahan, dan bangkit lagi. Karena nggak banyak orang yang
bener-bener bisa mengerti kita, merasa empati terhadap apa yang kita lalui dan
hadapi, lebih banyak orang hanya bisa menilai dari sudut pandang mereka. Dan mengucapkan
kata-kata mutiara yang membuatku muak. Tapi aku akan mendengarkanmu. Aku akan
memberi penjelasan sampai tuntas. Aku akan siap berdebat, berdiskusi apapun denganmu, sampai kapanpun.
Aku nggak peduli orang berkomentar tentang aku Ibu macam
apa. Aku nggak peduli mereka menilai aku terlalu sabar, atau terlalu jahat,
atau terlalu idealis. Aku bukanlah bagaimana mereka menilaiku. Aku adalah
diriku dengan segala yang telah aku alami dan hadapi. And I am is how I wanna be. Nggak akan ada yang benar-benar paham
menjadi aku. Dan kalopun mereka mengalami dan merasakan apa yang aku rasakan,
belum tentu mereka bisa lebih baik dari diriku saat ini. See? Kita sama kan Zac. Kita orang yang gigih dan teguh pendirian.
Terlalu lelah untuk mendengar semua hal yang dikatakan
orang, baik maupun buruk. Bahkan ahli parenting sekalipun belum tentu bisa tau apa
yang terbaik untuk anak orang lain. Inilah aku seorang Ibu yang juga bekerja. Yang
punya banyak kekurangan, banyak sekali, predikat Ibu terbaik rasanya terlalu
jauh dan nggak akan bisa pantas disematkan untukku. Aku yang selalu menangis
setelah marah sama kamu, aku yang selalu hancur setelah menyakitimu, aku yang
selalu bangkit lagi untuk menghadapimu dan diriku. Aku yang selalu, selalu, dan
selalu mencintaimu. With my deepest
heart.
Aku, orang tuamu, mamamu, aku satu-satunya yang berharap
segala hal terbaik untukmu. Aku melakukan kesalahan, banyak sekali kesalahan
yang nggak akan aku carikan pembenarannya, tapi aku akan terus belajar untukmu,
untuk memperbaiki hal-hal, untuk menjadi dan memberi yang terbaik. Maaf, nggak
bosannya aku minta maaf atas kesalahanku. Aku yakin kamu tau, kamu ngerti,
perasaanku, maksud dan tujuanku. Aku yang sering nggak ngerti bahasa kamu, nggak
melihat kondisi dari kacamatamu, nggak mengerti hal dibalik emosimu. Bantu aku,
bantu mama ya Zac untuk bisa selalu mengerti kamu.
I love you, Zac
Chely
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hi ^^ Thank you for reading.. and your comment means a lot to me!
if you need a quick response please poke me on my Instagram @chelychelo :)