Kalian setuju nggak kalo aku bilang semua orang pernah punya
dendam? Mungkin dendam secara tidak langsung. Karena dendam ini secara nggak
sadar kita lampiaskan bukan kepada orang yang melukai kita secara langsung.
Kita semua terlahir suci dan murni kan? Tanpa mengetahui apa
yang salah dan benar. Dan kita tumbuh seiring berjalannya waktu sembari
mempelajari itu. Dari orang tua, saudara, lingkungan sekitar, bahkan orang
lain. Dari apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita rasain sendiri. Nggak ada
kamus salah dan benar yang ditulis oleh seseorang dan diterbitkan untuk
dikomersilkan. Yang ada kitab-kitab agama, norma kehidupan dan hati nurani,
yang membimbing diri kita dalam berpikir dan berperilaku.
Apakah beberapa kejadian ini terdengar akrab dengan kalian?
Memukul anak atau wanita karena saat kita kecil sering dipukul atau melihat
ibu kita dipukul. Memaksakan kehendak karena saat kecil kita hidup penuh dengan
doktrin dan nggak punya hak bertindak sesuai kemauan sendiri. Tidak bisa setia
dengan satu orang karena riwayat orang tua yang sering berganti pasangan. Sering
berkata kasar karena sering mendengar pertengkaran orang lain. Suka membully orang
karena kita pernah dibully dan melakukannya karena daripada menjadi korban
lebih baik menjadi pelaku. Dan sebagainya.
Apakah kalian menyadarinya? Apakah aku menyadarinya?
Ya. Masa kecil yang membentukku menjadi pribadi yang tertutup
dan keras, hingga belasan tahun kemudian. Yang aku baru pahami setelah aku dewasa, bahwa ternyata aku seperti ini karena masa kecil dilingkungan keluargaku. Chely kecil adalah anak yang pendiam dalam artian nggak banyak bicara tapi cukup lincah dan riang. Aku suka bergerak daripada bicara, manjat-manjat dan lari-larian daripada main dakon atau masak-masakan. Main bekel lebih males lagi. Mending olahraga, naik sepeda atau skateboard meski siang bolong. Item, kucel, tomboy.
Sejak punya adik kayaknya aku ngerasa nggak betah dirumah.
Penginnya main sama temen-temen dan menghindari disuruh ini itu maupun
dimarahin sama ibuk yang jadi sering capek. Entah kenapa ingatan masa kecilku
dengan orang tua sejak punya adik kebanyakan adalah kenangan buruk. Salah dikit
dimarahinnya ampun deh, apa dikit kena hukuman fisik (dipukul, dicubit, obladi
oblada), belum ditambah bapak yang mulai kerja bolak-balik dari luar kota.
Resiko menjadi pelampiasan bertambah ketika kedua orang tua sama-sama capek.
Itulah isi kepalaku selama belasan tahun yang semakin hari
semakin memburuk. Karena sering mendapat perlakuan keras, akupun menjadi anak
yang keras. Walapun tidak hatiku.
Ciaelahaii.. Yang ada dipikiranku hanyalah, sekolah yes, main yes, ibadah yes,
tidur yes. Ngobrol seperlunya dengan adik dan ortu. Curhat sepuasnya dengan
sahabat-sahabatku. Tiap ada yang ngajak main yukcus, palagi ada yang bayarin..
(((setset whet whettt))).
Aku sangat tertutup dengan orang tua, karena mereka nggak
membuatku nyaman untuk membuka diri tentang hal terdalam dihatiku. Yang mereka
tau aku sekolah dengan baik, bergaul dengan baik, ibadah pun baik.
Orang tuaku menilai aku adalah anak yang pemalas, pelupa,
lemot, dan pasif. Justifikasi seperti itu sering aku dengar sendiri keluar dari
mulut mereka. Padahal sering apa yang aku lakuin didepan mereka hanya untuk
menghindari kesalahan. aku nggak mau dan berani melakukan kesalahan didepan
mereka, makanya aku jarang bicara maupun bertindak. Bahkan mereka jarang tau
masalah yang menimpaku. Aku nggak pernah bohong dalam arti membuat cerita palsu
untuk menutupi sesuatu, aku hanya nggak cerita sama sekali kalo emang aku nggak
pengen ortu tau akan suatu hal, which is a white lies.
Contohnya saat aku pernah dibully secara nggak langsung
dengan separuh penghuni kelasku lebih dari setahun. Karena aku emang sengaja
nggak cerita, biasanya aku baru cerita ketika ditanya atau setelah masalahnya udah
aku selesaiin sendiri. Atau saat aku backstreet pas punya pacar si A karena
emang aku nggak serius, tapi aku jalaninnya juga mulus-mulus aja dalam arti aku
nggak selingkuh or diselingkuhin dan akhirnya putus karena masalah receh.
Kurang lebih sampai aku menikah dan punya anak, rasa memaafkan
masa lalu itu berangsur-angsur datang seperti air yang membasuh hatiku. Ketika aku merasakan belajar menjadi orang tua, rasa
maklum mulai menyembuhkan luka yang lama terpendam. Sejak aku dilarikan ke UGD
pas pembukaan ke-2 sebelum lahiran hingga proses lahiran selesai, sampai rasa
keibuanku yang mendadak timbul dengan sendirinya dan terus bertambah setiap
hari. Aku merasa hubunganku semakin membaik pula dengan orang tua.
Sebenarnya mungkin aku orang yang juga cukup sabar dalam
menyimpan lubang dihatiku sendiri. Aku nggak pernah melampiaskannya melalui perbuatan
yang merugikan orang lain dengan tindakan maupun lisanku. Aku hanya menjadi
orang yang sangat tertutup demi melindungi hatiku sendiri. Aku ngerasa haus
akan perhatian orang yang lebih dewasa dariku. Aku selalu pengen ngerasain
punya kakak. Dan itulah yang aku lakukan sepanjang memenuhi lubang hatiku, mencari
teman dengan dalih memenuhi rasa pengen punya kakak cowok.
Aku juga nggak terlalu suka anak-anak. Bukan yang sampe
nggak pengen punya anak. Tapi beneran dulunya aku orang yang nggak bisa luwes
ngemong anak kecil. Karena ngemong adek pun jarang. Aku baru lumayan deket sama
adek setelah dia bukan bayi dan balita lagi. Mungkin sekitar seusia SD dan bisa
diajak seru-seruan main bareng. Sebelum itu aku ngerasa jadi kakak hanyalah
status yang menjelaskan aku harus mengalah dalam segala hal. Ngalah tentang hal
channel tv, ngalah aku yang harus belajar sendiri karena ortu ngajarin adek,
ngalah tentang keinginanku yang nggak terpenuhi sedangkan adekku terpenuhi
karena dia lebih vokal (nangisan), ngalah yang nganter dia kemana-mana (sampe
sekarang dia segede gaban pun), harsh.
Dalam hatiku yang paling dalam tetaplah sebagai kakak yang sangat
bertanggungjawab dan sayang sama adeknya. Aku nggak melampiaskan apapun ke
adekku. Justru aku ngelindungin dia waktu kecil dan jadi kena pukul pas sapu
ibu melayang, aku juga yang ngajak dia belajar perkalian didepan rumah karena
dia dimarahin sampe nangis pas belajar sama bapak, aku yang tau seleranya dalam
hal fashion maupun makanan, aku yang ngehibur dan ngajak hangout kalo dia lagi
tengkurep dikamar.
Diawal punya baby Zac, drama-drama riweuhnya reminds me to
my mom. Why did I scream out when he cried so loud constantly, why can’t I
handle it patiently, why did I wanna do
violence to him, it’s so stressed me out. Kenapa aku begini? He is just an
innocent baby. Dan disitulah aku sadar, I haven’t forgiven my childhood yet.
Dan aku belajar untuk menerima semua yang pernah terjadi, I
tried to embrace that feelings, nobody is perfect, so are my parents. Menjadikannya
sebuah pelajaran dan mengambil hikmah, bahwa aku bukanlah orang tuaku dan baby
Zac bukanlah aku. Aku bertindak dengan tangan dan hatiku sendiri. I determine
consciously, what I have to do and don’t. Aku harus lebih baik dan memberikan yang
terbaik untuk Zac. Aku nggak boleh memaksa Zac hidup dan merasakan hal yang
pernah aku rasain.
Tapi beberapa tahun belakangan aku juga bersyukur, karena
dengan semua yang terjadi aku menjadi pribadi yang kuat, disiplin, mandiri, pun
merasa dekat dengan Tuhan karena aku sering menumpahkan perasaanku lewat doa selain menulis diary. Dan
emang Tuhan nggak pernah meninggalkanku selama ini.
Sebelumnya aku pernah bilang tentang memaafkan, bahwa
memaafkan adalah cara untuk kita berdamai dengan diri sendiri sebelum dengan
orang lain. Cara untuk melepaskan beban yang memberatkan kita untuk maju
kedepan. Cara terbaik untuk membalaskan dendam bahkan bila tidak ada yang
meminta maaf meskipun telah melakukan kesalahan kepada kita. Dengan memaafkan,
kita melepaskan diri dari rasa sakit dimasa lalu sekaligus dari rasa trauma yang akan kita
lampiaskan kepada orang lain dimasa kini dan masa depan.
Memaafkan membuatku menjadi ibu yang lebih baik untuk zac. Lebih
bisa menyesuaikan diri hidup dengan suami yang punya kehidupan sebelumnya yang
pastinya berbeda dari aku. Menjadi lebih dekat lagi secara hati ke hati dengan
orang tuaku. Mengingat lagi lebih dalam, bahwa banyak sekali hal-hal indah yang
juga terjadi dimasa lalu dalam hubungan keluargaku yang selama ini tertutupi
oleh rasa sakit yang lama terpendam dalam diam. Membuat aku merasa menjadi
orang yang baru dan jauh lebih baik kedepannya.
Aku juga berharap, semoga kalian semua juga bisa memaafkan
masa lalu, dan tidak melampiaskan rasa sakit itu kepada orang lain.
Love,
Chely
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hi ^^ Thank you for reading.. and your comment means a lot to me!
if you need a quick response please poke me on my Instagram @chelychelo :)