Gara-gara semalem sempet ngobrol yang quality topic sama Abang, aku jadi bahas tentang jujur dengan anak. Jujur tentang kalo orang tuanya ini nggak sempurna. Sebagai pelajaran hidup yang nyata untuk dia. Bahwa orang tuanya ini ingin Zac nggak begini karena dulu mama begini, Zac jangan melakukan itu karena dulu ayah pernah begitu. Mama dan ayah bisa seperti ini bukan karena kami sempurna dan tau segalanya, tapi karena kami pun juga pernah bersalah, belajar, berproses dan berusaha jadi lebih baik.
Aku lebih dominan dalam memikirkan sesuatu yang terarah
untuk anak. Mungkin karena aku sekarang seorang Full mom yang bisa fokus dengan
keluarga khususnya anak. Dan aku selalu brandstorming sama abang sih
gimana-gimananya biar bisa kompromi. Trus kemarin aku bilang kalo aku mau
jadi orang tua yang anak bisa nyaman cerita apa aja, terbuka sama aku tentang
semuanya. So, aku pengin kita sebagai orang tua juga harus terbuka sama anak.
Contohnya aku nggak mau kalo misal Zac gede nanti dia
diem-diem ngerokok dan aku nggak tau. Aku orang yang anti banget sama rokok
padahal dari kecil Bapak ku bekerja di perusahaan rokok. Bahkan abang nggak
pernah merokok didepanku sejak menikah walaupun belum berhenti juga sih. Tapi
aku pengen banget kalo Zac nanti memutuskan merokok, aku jadi orang pertama
yang tau itu. Dan itu berlaku dalam segala hal.
Aku tau nantinya aku nggak berhak mengatur hidup Zac. Aku
nggak bakal bisa ngelarang ini itu kalo Zac udah besar. Tapi setidaknya aku
akan maksimal dalam membimbing dan mengarahkan Zac bahwa merokok itu hal yang
nggak bermanfaat sama sekali, malah merugikan kesehatan dia, uangnya pun bisa
dipake yang lain, dan waktu luangnya bisa digunakan untuk hal yang lebih
bermanfaat daripada merokok, pokoknya aku berusaha membuat dia bener-bener
sadar akan pilihannya sebelum dia hanya bisa menyesali dan menyalahkan
ketergantungan zat adiktif dalam rokok.
Abang dulu pernah salah pergaulan. Bisa dibilang hampir
semua kenakalan remaja pernah dilakuin, hhhh.. bukan tipeku banget pokoknya.
HAHAHA. Tapi abang ngelakuinnya bukan karena kurang perhatian. Mungkin lebih ke
dia itu dulunya mudah sekali terpengaruh ditambah terjebak dipergaulan yang
salah. Karena menurut cerita abang dia ngelakuinnya dengan sepengetahuan
Ibunya. Dan pas aku nanya apa yang dilakuin ibunya, beliau Cuma bisa nangis.
Mungkin karena abang sudah diusia anak yang sudah nggak bisa dipaksa nurut
maupun dikerasin. Dan emang dia bener-bener lepas dari pergaulan buruknya
karena pilihannya sendiri. Karena dia keinget ibunya nangis terus. God.. I
can’t imagine if it happens to me..
Abang pun sepakat kalo dia pun mau jujur sama Zac tentang
masalalunya. Dia nggak ingin meminta Zac harus begini begitu tapi suatu hari
nanti entah gimana caranya Zac tau masalalu ayahnya dari orang lain atau dengan
caranya sendiri dan membuatnya berpikir ‘ternyata Ayah yang selama ini
menuntutku ini itu nggak lebih baik dari aku’ . Dan aku nggak bisa menjamin
apakah Zac bakalan bisa nerima kalo dia tau belakangan. Apakah Zac nantinya
akan bisa punya karakter yang cenderung stabil atau labil.
Aku berharap banget Zac nantinya tumbuh menjadi anak yang
punya karakter. Dan untuk bisa mewujudkan itu aku sangat mengerti bahwa nggak
semudah menjentikkan jari. Butuh melewati proses panjang dan terjal. Zac harus
bisa melewati rintangan kehidupannya. Dan aku ingin dia selalu menyelesaikan
masalahnya sendiri dalam hal menimbang mana yang terbaik dan apa hal terburuk
yang akan terjadi ketika memutuskan suatu pilihan. Dia juga harus menyadari dan
siap menanggung resikonya. Aku dan abang berperan sebagai pembimbing yang
memberikan arahan berdasarkan pengalaman hidup yang sudah kami lalui.
Ada pepatah ‘Buah jatuh tak jauh dari pohonnya’. Itu 99%
bener sih menurutku. Karena lingkungan keluarga yang paling berpengaruh dalam
membentuk karakter seorang anak. Yang aku tekankan disini bahwa aku ingin Zac
nanti menyadari bahwa dia bisa belajar dari pengalaman orang tuanya. Mengambil
pelajaran positif dan membuang jauh-jauh hal yang negatif. Aku berharap Zac
bisa memaafkan kesalahan orang tuanya, dan menyadari bahwa kami nggak sempurna,
supaya dia nggak perlu mengulangi hal yang sama.
Jujur disini nggak melulu soal masa lalu dijaman Zac belum
lahir sih. Tapi juga jujur pada masa sekarang. Misalnya Zac pernah di umur
sekitar setahun keatas, disaat dia sudah bisa ngomong, pernah ngeliat aku dan
abang bertengkar yang lumayan parah sih. Jangan ditiru ya gengs. Hiks. Sehabis
itu dia ngomong ke aku kayak cerita gitu, “tadi ayah lempar-lempar HP. Nakal.
Nggak boleh..” dengan logat pelatnya. Disitu aku cukup kaget sih. Ternyata
selama ini nasehatku masuk ke Zac walaupun kadang dia keliatan antara nangkep
omonganku apa nggak kalo dia lagi lemparin mainannya. Sekaligus merasa sangat
bersalah dan malu banget, masa selama ini ngomelin dia ini itu tapi orang
tuanya sendiri malah kasih contoh. Langsung deh aku minta maaf sama Zac.
“maafin Ayah sama Mama ya Zac.. tadi Ayah marah terus Mama sedih, jadi mama
nangis. Sekarang udah nggak sedih lagi kok. Maaf ya..”
Sejak itu sih aku langsung inisiatif minta maaf kalo aku
bersalah sama Zac. Karena dia udah ngerti nasehat yang sehari-hari aku sampein
ke dia. Dan dia mencerna melalui teladan orang tuanya. kalo aku dan abang
sebagai orang tua melanggar sendiri, maka kita wajib dong minta maaf ke Zac.
Supaya dia paham kalo emang hal itu salah makanya orang tuanya minta maaf sama
dia. Dan alhamdulillah juga Zac selalu jawab IYA dengan nada riang kalo aku
minta maaf. Bersyukur banget bisa punya Zac yang seperti ini. Jadi makin
semangat terus belajar jadi teladan yang baik buat dia.
Kadang sebelum dia tidur kan aku selalu bacain buku cerita
atau nyanyiin dia, kadang aku juga ngobrol sepanjang hari itu ngapain aja. Dan
kalo hari itu aku marah-marah sama Zac aku bilang minta maaf udah marah-marah
sama Zac tadi, soalnya Zac nakal nggak dengerin mama terus malah ngomel balik
nggak berenti-berenti, trus akhirnya dia sendiri yang bikin moodnya rusak dan
nangis. Dia sekarang kan lagi fase ngomel balik kalo dikasihtau yang bener.
Calon kekeuh banget anaknya. Dan dia kayaknya ngerti sebenernya kalo dia salah.
Cuman dia belum tau kekeuh yang bener tuh begimana jadi semua aja di
eyelin. Beuhh. Namanya juga anak-anak.
Jadi orang tua itu emang nggak ada kata buat berhenti
belajar, dan luas banget kalo dibahas nggak akan tuntas. Yang menjawab adalah
gimana jadinya anak kita nanti di masa depannya. Karena anak adalah titipan
Tuhan yang menjadi tanggungjawab kita. Yang terpenting adalah kita nggak lengah
sama tanggungjawab itu. Karena tanggungjawab itu nggak sampai separuh hidupnya
kok. Paling setelah 20 tahun seorang anak udah penginnya lepas aja dari naungan
wilayah orang tua.
Buat para emak-emak dan bapak-bapak, SEMANGAT!!!
Love,
Chely
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hi ^^ Thank you for reading.. and your comment means a lot to me!
if you need a quick response please poke me on my Instagram @chelychelo :)