Jumat, 21 Februari 2020

TAK PERLU TAHU SEGALANYA UNTUK BISA MENGERTI





Setiap orang punya fase up and down masing-masing. Sejak pertengahan tahun lalu sampai saat ini aku sedang dititik bawah, terbawah, dalam hidupku 26 tahun ini. Aku tau ini akan berakhir, aku akan mendaki lagi keatas perlahan tapi pasti. Walaupun aku nggak tau kapan itu, aku hanya yakin dengan tuhan, dengan Allahku.


Mengeluh? nggak sempet.
Nggak sempet dilakukan tapi dalam hati pasti sering ngeluh sama tuhan. Dibalik wajahku yang cuek bebek, nge-flat, mungkin juga sering terlihat bahagia dan baik-baik saja, aku juga punya sisi paradoks. Aku punya kekhawatiran tentang hal yang diluar kendaliku karena aku terbiasa merencanakan segala hal secara matang. Orang-orang terdekat bilang aku selalu terlihat tenang dan stabil.

Sampe bikin status WA cuma emot sedih aja langsung pada nanggepin, "Ada apa?", "R u ok?", "kamu tidak biasanya seperti ini..",  Aku bersyukur untuk itu. Untuk bisa terlihat tegar. Tapi aku juga sama seperti orang lain. Aku ingin dimengerti. Seperti aku selalu berusaha mengerti kondisi yang mungkin tidak aku ketahui dibalik apa yang terlihat dari seseorang.


Banyak banget contoh mencoba mengerti orang lain tanpa tahu apa yang tidak terlihat didepan mata kita. Kita cuma butuh lebih peka dengan hal-hal yang perlu kita rasain. Caranya? dengan berpikir lebih panjang aja sebelum bersikap, bereaksi, dan melakukan sesuatu. Dengan mencoba berada di posisi orang tersebut terlebih dahulu. Dan aku melatih ini setiap saat. Disetiap kejadian sehari-hari.


Misalnya kemarin, ada anak kecil kelas 2 SD dateng ke kantor nawarin obat pembersih lantai di botol yang ditempelin stiker ala kadarnya. Dari warna dan aromanya aku tau banget itu sunlight yang ditambahin air. Dijual 5000 rupiah per botol. Diluar rasa iba ku sama anak sekecil ini yang disuruh jualan sama orang tuanya, ada rasa jengkel juga kenapa orang tuanya ngajarin anak ini nipu orang sih. Pasti juga ortunya ngandalin rasa iba dari orang-orang biar beli.


Temen-temen kantor juga pada skeptis. Tapi aku coba mengerti bahwa mungkin aja keluarganya lagi ketimpa musibah yang aku belum tau, dan terpaksa menjual itu. Karena aku nggak bisa nanya lebih lanjut dibalik semua itu, yaudah aku beli aja 1 botol sebagai tanda aku peduli sama anak ini. Aku berusaha nggak terlalu mengurus sesuatu yang nggak aku bener-bener pahami. Toh aku juga belum tentu punya solusi buat mereka, jadi nggak berani melangkah terlalu jauh juga untuk komentarin. Dalam hati sepintas ya doain aja semoga anak itu tumbuh jadi orang baik, sukses, dan bisa membantu keluarganya dijalan yang benar.


Beberapa hari yang lalu, pagiku diawali dengan hal-hal buruk. Berangkat kerja aku berusaha stabil, menjaga mood, dan profesional. Ternyata ada client nyebelin dong pagi-pagi. Marah-marah lewat telepon gegara aku tagih pelunasan proyeknya. Padahal aku ngomong juga baik-baik, justru beliau yang udah menunda pembayaran 2 minggu. Ga mau ngasih bukti transfer pula, aku disuruh ngecek mutasi sendiri.
Lhah? iya klo gua owner yg pegang rekeningnya perusahaan gitu. Ga perlu aku jelasin lah tugasku apa aja, dalam sepersekian detik sempet naik darah ke kepala, langsung coba Inhale.. Exhale.. fiuh..


Lagi-lagi mencoba mengerti, mungkin yang paginya buruk bukan aku aja, mungkin pagi si client ini juga buruk, yauda sih aku sabarin aja, toh tujuanku udah tercapai buat dapet informasi kalo beliau udah transfer, meskipun ga mau kasih bukti transfer yaudah lah aku jelasin ke bos aja biar di cek. Tetep menjaga nada suara stabil, dan bilang terimakasih. Tut tut tut. ditutup bok teleponnya.
It's ok chel.. kamu daebak! Sangat profesional dan bijaksana!
Tepuk tangan sodara-sodara. prok prok prok!!!


Dalam hati sering berharap banget kalo orang itu bisa menjaga sikapnya ke aku. Karena kebanyakan orang itu bisa segan dan jaga sikap kalo orang itu terlihat kesusahannya. Misal kita liat pengemis dijalan minta uang, kalopun nolak ngasih pasti kan dengan cara yang sopan dan sewajarnya, nggak yang tiba-tiba neriakin ngusir gitu. Karena kita tau dia susah, nggak punya apa-apa. Nah coba kalo orang yang keliatan baik-baik aja kayak aku, baju bersih, ya keliatan habis mandi, makan makanan bergizi dan imunisasi, punya kerjaan, punya tempat tinggal meski ngontrak, punya kendaraan meski nyicil, rasanya ngeliat aku kayak nggak punya masalah hidup yang berat aja. Terus bersikap seenaknya aja buat nambah-nambahin hal buruk dihariku.


Mbok ya jangan gitu toh..
Kalian kan nggak tau mungkin aja orang kaya yang tinggalnya di apartemen mahal ternyata umurnya divonis dokter tinggal 3 bulan. Liat ibu sosialita cantik, perawatannya mahal, tasnya bagus, punya restoran, ternyata anak satu-satunya korban kecelakaan tabrak lari. Liat keluarga yang langgeng bertahun-tahun ternyata suaminya punya simpenan cowok lain.
Dang! Life isn't that easy, babe.


Jadi intinya ya udah jelas di judul postingan ini. Aku butuh kamu.. untuk tidak perlu menunggu tau untuk mengerti.
Kalian juga pernah ngalamin hal kayak gini kan? Let me now if I am not alone.



Love,


Chely