Bahasan kali ini masuk kategori bimbingan orang tua kayaknya yah buat teenager.. karena aku mau bahas tentang sex before marriage. Why? Karena kemarin malem pas aku sama abang lagi beli diapers buat Zac di minimarket, ada sepasang muda mudi yang aku yakin masih usia 15-17 tahun ngeliat dari kumis tipis si cowok dan badan singset cenderung kerempeng si cewek, mereka cekikikan dan gelagat aneh berdiri disebelahku waktu bayar ke kasir, and guess what? Mereka beli alat kontrasepsi yang mejeng di etalase depan meja kasir.
Awalnya aku nggak ngeh, aku cuma ngerasa nggak nyaman
ngeliat mereka bermesraan yang bener-bener aura meresahkan disebelahku sambil ngelirik
kearahku yang lagi transaksi bayar. Mbak kasirnya aja juga keliatan risih. Baru
dikasih tau sama abang pas udah dijalan mau pulang kalo mereka beli alat
kontrasepsi instan itu. Dan yang aku pikirin detik itu adalah.. ibunya.
Ibu dari dua anak puber tipis-tipis itu. Mungkin kalo itu
terjadi dimasa aku belum punya anak aku bakalan yang nggak peduli sama sekali
karena toh kenal aja enggak. Tapi kemarin beneran yang aku sampe bengong
sepanjang jalan wondering gimana kalo aku jadi ibunya, gimana kalo sampe anak
gue yang begitu. Dan berlanjut sepanjang hari tadi mulai dari bersih-bersih
rumah, setrika baju, masak, nyuci piring, aku masih sambil yang ngomong sendiri
dalam hati. Akhirnya aku mutusin buat bahas ini di blog dengan sudut pandang
seorang ibu.
Tolong dibaca dari awal sampai akhir ya biar kalian ngerti
dan nggak salah paham kalo aku disini sama sekali nggak menjudge ataupun
menggurui. Aku justru ingin merangkul. Aku nggak bisa cuek kayak dulu gitu aja,
dan sekalian juga biar tulisan ini bisa dibaca Zac kalo udah gede. Sebenernya
banyak kasus begini dari dulu disekitarku. Tapi I didn’t feel anything ketika
dapet berita si ini nggak perawan, si itu nggak perjaka, si anu hamil duluan.
Sekedar oh.. ehm.. skip. Karena aku nggak berminat ngomongin or judge orang
itu. Idk why sejak kemarin malem aku beneran liat sendiri pelakunya lagi mau
praktek ena-ena aku jadi miris. Pengin yang melakukan sesuatu tapi nggak tau
gimana. Nggak mungkin aku mau cegah mereka dan tiba-tiba ceramah kan?
So aku mau sharing aja, menuangkan pikiranku, pendapatku,
saranku, disini. Aku sebagai seorang ibu akan berusaha mendidik anak mengenai
seks sejak dini. Sudah banyak kok artikel dan tulisan tentang ini. Tinggal kita
sebagai orang tua memahami bahwa pendidikan seks itu penting. Jangan dianggap
hal yang tabu untuk dibicarakan sama anak. Ini sama sekali beda dengan cerita
mesum. Kita nggak ngajarin hal yang porno. Justru awal pendidikan seks ini
harus diajarkan oleh orang tua. Bukan guru IPA disekolah yang hanya menjelaskan
sistem reproduksi
Aku belum ngobrol
lebih jauh sama abang tentang ini sih karena Zac juga masih kecil banget. Aku
yang masih Cuma ngajarin nama bagian-bagian tubuhnya dengan benar. Contohnya
aku menjelaskan bahwa yang untuk pipis itu namanya penis, bukan pake istilah
burung, titit, or any other. Dan itu bagian yang nggak boleh dilihat orang.
Alhamdulillah dia udah bisa ngerasa malu sama orang kalo nggak pake diapers dan
celana.
Kali ini aku mau brainstorm aja tentang logika dan realita
yang terjadi sama pelaku SBM. Aku bahas yang ngelakuinnya dengan sukarela ya,
azas sama-sama suka. Bukan sebuah kasus pelecehan seksual or syndrome akibat pengalaman
traumatis karena itu wilayah dan butuh bantuan psikolog/psikiater. Juga bukan
bahas tentang kupu-kupu malam karena itu adalah pilihan sadar mereka.
Kira-kira apa sih alasan seorang wanita mau menyerahkan
virginity nya? Cinta? Terus apa cinta
itu bisa bikin kalian dijamin dapet pertanggungjawaban? Banyak tuh yang setelah
hamil ditinggal lari, disuruh aborsi, bahkan dibunuh. Yang dinikahin juga
banyak. Tapi yang pernikahannya nggak langgeng pun banyak. Karena alasan
menikah itu karena siap lahir batin, bukan karena hamdul.
Once again I am not judge anyone. Aku cuma mau mengembalikan
logika para pemuja cinta. Cinta itu perasaaan yang suci guys. Jangan
mengambil/menyerahkan kesucian atas nama cinta. Buat para wanita, kira-kira apa
kalian mau menyerahkan virginity meskipun nggak dinikahi? Apa kalian berpikir akan
putus sama doi setelah kalian digagahi? Aku yakin banyak sekali yang menyesal
setelah nggak virgin lagi. Banyak sekali yang hidupnya hancur. Memilih
mengulangi lagi dan lagi karena terlanjur melewati batas. Toh nggak ada
perbedaan sekalinya sudah jebol pertahanan. Hanya karena satu kebodohan yang
membuat benci sama diri sendiri dan merusak hidup selamanya.
Buat para lelaki, kira-kira kalian mau nggak lahir dari
peristiwa MBA beserta resiko sosialnya? kalo kalian punya adik or anak cewek
mau nggak diambil virginity nya duluan sama kekasihnya? Ada nggak cita-cita
punya menantu brengsek? Or punya cucu yang ditinggal lari bapaknya?
Dulu jaman SMA ada temen cowok yang curhat kalo
keperjakaannya diambil sama ceweknya. Shit dalam hati gue napa dunia tebalik
dan napa dia curhat sama gue. Mungkin beberapa dari kalian ada yang bakalan
marah ketika ada temen cowok yang cerita begitu ya. Tapi emang ini temen yang
sering curhat sama aku dulu. Bukan temen yang jarang ngobrol ujug-ujug cerita
begituan. Dan aku orang yang realistis banget. Yang harus punya alasan logis
untuk berbuat sesuatu. Dan aku tau temenku hanya berniat curhat. Nggak yang
melecehkan aku sama sekali. Dan aku emang sering jadi pendengar curhatan temen
mulai dari masalah ringan sampe berat. Sampe kadang aku rikuh sendiri kalo lagi
dengerin masalah yang mungkin agak berat karena kok mereka bisa ya cerita
seterbuka itu ke aku, tapi ya aku seneng juga kalo bisa bantu mereka dengan
jadi pendengar yang baik. Kadang orang Cuma butuh sharing kan biar lega dan
bisa berpikir jernih. Meskipun kadang aku juga nggak kasih solusi apa-apa.
Jadi temenku itu bilang rasanya kehilangan keperjakaan
adalah MENYESAL. Jarang-jarang dapet cerita begini dari sisi cowoknya guys.
Katanya yang dia pikirin setelah itu adalah apa yang bisa diberikan ke istri
sahnya nanti. Karena dia udah putus sama cewek yang udah ambil perjakanya dia.
Ini beneran yang dia sampein ke aku guys, aku nggak yang menduga-duga sendiri.
Padahal kalo pemikiranku sebagai sisi wanita mungkin kalo
laki-laki itu kan nggak berbekas yah. Nggak ada bedanya perjaka atau nggak,
hanya Tuhan dan dirinyalah yang tahu. Tapi ternyata ada rasa guilty yang
menghantui karena merasa telah membohongi istri sahnya nanti. Dan penyesalan
adalah penyesalan. Datangnya dibelakang karena nggak antisipasi didepan. Aku
nggak bisa anggap enteng sebuah penyesalan yang kayak gitu. Karena itu bukan
sekedar penyesalan yang elo lupa nggak pasang alarm terus bangun kesiangan. Itu
adalah penyesalan yang efeknya luas banget guys.
Cobalah sebisa mungkin ambil keputusan besar dengan sadar.
Apa bener ini keputusan terbaik? Apa kemungkinan terburuk yang terjadi? Apa aku
bisa tanggung resikonya? Apa aku bakalan nyesel setelahnya? Sebisa mungkin
pikirin itu semua. Dia janji tanggungjawab? Bikin hitam diatas putihnya! Coba
sih aku pengin tau kalo ada pacar lagi minta kalian nyerahin virginity, terus
kalian bikin hitam diatas putih bahwa dia bakalan tanggungjawab nikahin, kalo
perlu ada deadline kapan nikahnya, apa kira-kira dia jadi ngelakuinnya? Go
ahead. Setidaknya nggak ada yang lari dari tanggungjawab. Satu resiko
terhapuskan. Resiko lain monggo ditanggung pemenang.
Sebenernya lebih banyak alasan untuk nggak ngelakuin itu
daripada sekedar hanya karena cinta loh.
1.
Diri sendiri
Yup, karena kita harus mencintai diri kita
sendiri sebelum mencintai orang lain biar nggak dibutakan cinta. Segala
keputusan hidup harus kita ambil sendiri karena seumur hidup kita bakalan
melangkah dengan kaki, mendengar dengan telinga, melihat dengan mata, berpikir
dengan kepala dan merasa dengan hati kita sendiri.
2.
Orang tua
Aku yakin kedua orang tua merawat anaknya,
menjaga kesehatannya, mendidik kebaikan, bukan untuk melakukan SBM dan menanggung
resikonya. Termasuk orang tua yang dulunya adalah pelaku SBM itu sendiri.
3.
Calon istri/suami sah
Banyak sekali orang baik hati didunia ini
yang mau menerima seseorang yang tidak perawan/perjaka meskipun mereka sendiri
masih segel utuh. Tapi aku yakin akan sangat lebih membahagiakan bagi seseorang
yang pernah menyesal itu bisa menghapus feeling guilty nya meskipun itu nggak
mungkin. Kayak temen yang curhat ke aku itu.
4.
Anak
Nggak ada yang namanya anak haram. Semua anak
terlahir suci meskipun terlahir dari orang tua yang MBA. Tapi gimana
perasaannya ketika ada orang lain yang tau dan punya niat jahat terus nyampein
kalo dia terlahir karena peristiwa seperti itu? Marah? Malu? Bahkan mengulangi
kesalahan orang tuanya? tapi aku juga yakin bahwa banyak anak yang bisa
memaafkan dan menerima bahwa orang tuanya nggak sempurna dan punya kesalahan.
tergantung dari cara orang tua menjelaskan dan mau meminta maaf kepada anaknya.
Karena itu sudah resiko yang nggak bisa dihindari.
Disini aku sama sekali nggak bahas soal agama ataupun norma
sosial. Pure hanya logika dan realita sekitar kehidupanku. Aku juga nggak
bermaksud sama sekali buat menyinggung pihak tertentu. Aku hanya mau berperan
menyampaikan pikiran bahwa aku sangat menyayangkan hal seperti itu terjadi.
Istilahnya aku “ngeman” banget ke sesama perempuan khususnya.
Jangan bandingkan hidupmu dengan orang luar yang mereka
nggak menyesal kok ngelakuin SBM. Itu sudah hal yang lumrah disana. Dan jarang
terjadi penelantaran anak. Bahkan meskipun mereka nggak menikah tapi kesadaran
dalam bertanggungjawab soal anak sangat tinggi. Tingkat kedewasaan disana sudah
lebih baik dibandingkan disini. Yang aku tekankan disini adalah JANGAN
MENYESAL. Aku cuma semacam memberikan spoiler resiko kehidupan para pelaku SBM di
Indonesia yang sebenernya masing-masih sudah sangat mengerti tapi terkadang
karena dibutakan cinta atau nafsu sesaat atau juga karena kurang kepedulian
ataupun ketidaktahuan orang tua tentang pentingnya seks education, pentingnya
untuk selalu mengingatkan dan menasehati anak karena memang itulah tugas orang
tua.
Last but not least, untuk para pelaku SBM maupun MBA, Move
on. Kalian nggak perlu menyesali yang sudah terjadi. Lanjutkan hidup dengan
baik. Hadapi semua resiko yang sudah kalian ambil. Kita nggak bakal bisa
balikin waktu tapi kita semua sama-sama berhak punya masa depan. Dan kalo ada
anak hasil SBM, mau menikah atau enggak itu pilihan kalian. Jangan mikirin apa
kata orang lain. Jangan menikah karena malu. Menikahlah karena siap. Jangan
mengemis pertanggungjawaban kalo emang ada yang nggak mau tanggungjawab. Anak
terlahir dengan rezeki masing-masing. Rawatlah anak kalian dengan baik, dan
usahakan terus terang tentang keadaan di usianya yang tepat. Orang tualah yang
tau kapan waktu dancara yang baik untuk menjelaskan pada anak. Jangan gengsi
untuk minta maaf agar anak bisa mengerti dan menerima orang tuanya. semakin
angkuh orang tua, semakin nggak akan saling mengerti. Dan untuk orang tua
tunggal, tetap semangat dan kuat. Banyak kok diluaran sana yang punya kisah
sama bahkan lebih buruk. Syukuri hal-hal kecil yang masih kita miliki daripada
harus menghitung apa yang hilang dan kurang. Tuhan Maha baik dan nggak pernah
meninggalkan kita meskipun kita melakukan kesalahan.
Love,
Chely
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hi ^^ Thank you for reading.. and your comment means a lot to me!
if you need a quick response please poke me on my Instagram @chelychelo :)