Senin, 17 September 2018

SEX BEFORE MARRIAGE



Bahasan kali ini masuk kategori bimbingan orang tua kayaknya yah buat teenager.. karena aku mau bahas tentang sex before marriage. Why? Karena kemarin malem pas aku sama abang lagi beli diapers buat Zac di minimarket, ada sepasang muda mudi yang aku yakin masih usia 15-17 tahun ngeliat dari kumis tipis si cowok dan badan singset cenderung kerempeng si cewek, mereka cekikikan dan gelagat aneh berdiri disebelahku waktu bayar ke kasir, and guess what? Mereka beli alat kontrasepsi yang mejeng di etalase depan meja kasir.


Awalnya aku nggak ngeh, aku cuma ngerasa nggak nyaman ngeliat mereka bermesraan yang bener-bener aura meresahkan disebelahku sambil ngelirik kearahku yang lagi transaksi bayar. Mbak kasirnya aja juga keliatan risih. Baru dikasih tau sama abang pas udah dijalan mau pulang kalo mereka beli alat kontrasepsi instan itu. Dan yang aku pikirin detik itu adalah.. ibunya.

Ibu dari dua anak puber tipis-tipis itu. Mungkin kalo itu terjadi dimasa aku belum punya anak aku bakalan yang nggak peduli sama sekali karena toh kenal aja enggak. Tapi kemarin beneran yang aku sampe bengong sepanjang jalan wondering gimana kalo aku jadi ibunya, gimana kalo sampe anak gue yang begitu. Dan berlanjut sepanjang hari tadi mulai dari bersih-bersih rumah, setrika baju, masak, nyuci piring, aku masih sambil yang ngomong sendiri dalam hati. Akhirnya aku mutusin buat bahas ini di blog dengan sudut pandang seorang ibu.

Tolong dibaca dari awal sampai akhir ya biar kalian ngerti dan nggak salah paham kalo aku disini sama sekali nggak menjudge ataupun menggurui. Aku justru ingin merangkul. Aku nggak bisa cuek kayak dulu gitu aja, dan sekalian juga biar tulisan ini bisa dibaca Zac kalo udah gede. Sebenernya banyak kasus begini dari dulu disekitarku. Tapi I didn’t feel anything ketika dapet berita si ini nggak perawan, si itu nggak perjaka, si anu hamil duluan. Sekedar oh.. ehm.. skip. Karena aku nggak berminat ngomongin or judge orang itu. Idk why sejak kemarin malem aku beneran liat sendiri pelakunya lagi mau praktek ena-ena aku jadi miris. Pengin yang melakukan sesuatu tapi nggak tau gimana. Nggak mungkin aku mau cegah mereka dan tiba-tiba ceramah kan?

So aku mau sharing aja, menuangkan pikiranku, pendapatku, saranku, disini. Aku sebagai seorang ibu akan berusaha mendidik anak mengenai seks sejak dini. Sudah banyak kok artikel dan tulisan tentang ini. Tinggal kita sebagai orang tua memahami bahwa pendidikan seks itu penting. Jangan dianggap hal yang tabu untuk dibicarakan sama anak. Ini sama sekali beda dengan cerita mesum. Kita nggak ngajarin hal yang porno. Justru awal pendidikan seks ini harus diajarkan oleh orang tua. Bukan guru IPA disekolah yang hanya menjelaskan sistem reproduksi

 Aku belum ngobrol lebih jauh sama abang tentang ini sih karena Zac juga masih kecil banget. Aku yang masih Cuma ngajarin nama bagian-bagian tubuhnya dengan benar. Contohnya aku menjelaskan bahwa yang untuk pipis itu namanya penis, bukan pake istilah burung, titit, or any other. Dan itu bagian yang nggak boleh dilihat orang. Alhamdulillah dia udah bisa ngerasa malu sama orang kalo nggak pake diapers dan celana.

Kali ini aku mau brainstorm aja tentang logika dan realita yang terjadi sama pelaku SBM. Aku bahas yang ngelakuinnya dengan sukarela ya, azas sama-sama suka. Bukan sebuah kasus pelecehan seksual or syndrome akibat pengalaman traumatis karena itu wilayah dan butuh bantuan psikolog/psikiater. Juga bukan bahas tentang kupu-kupu malam karena itu adalah pilihan sadar mereka.

Kira-kira apa sih alasan seorang wanita mau menyerahkan virginity nya? Cinta?  Terus apa cinta itu bisa bikin kalian dijamin dapet pertanggungjawaban? Banyak tuh yang setelah hamil ditinggal lari, disuruh aborsi, bahkan dibunuh. Yang dinikahin juga banyak. Tapi yang pernikahannya nggak langgeng pun banyak. Karena alasan menikah itu karena siap lahir batin, bukan karena hamdul.

Once again I am not judge anyone. Aku cuma mau mengembalikan logika para pemuja cinta. Cinta itu perasaaan yang suci guys. Jangan mengambil/menyerahkan kesucian atas nama cinta. Buat para wanita, kira-kira apa kalian mau menyerahkan virginity meskipun nggak dinikahi? Apa kalian berpikir akan putus sama doi setelah kalian digagahi? Aku yakin banyak sekali yang menyesal setelah nggak virgin lagi. Banyak sekali yang hidupnya hancur. Memilih mengulangi lagi dan lagi karena terlanjur melewati batas. Toh nggak ada perbedaan sekalinya sudah jebol pertahanan. Hanya karena satu kebodohan yang membuat benci sama diri sendiri dan merusak hidup selamanya.

Buat para lelaki, kira-kira kalian mau nggak lahir dari peristiwa MBA beserta resiko sosialnya? kalo kalian punya adik or anak cewek mau nggak diambil virginity nya duluan sama kekasihnya? Ada nggak cita-cita punya menantu brengsek? Or punya cucu yang ditinggal lari bapaknya?

Dulu jaman SMA ada temen cowok yang curhat kalo keperjakaannya diambil sama ceweknya. Shit dalam hati gue napa dunia tebalik dan napa dia curhat sama gue. Mungkin beberapa dari kalian ada yang bakalan marah ketika ada temen cowok yang cerita begitu ya. Tapi emang ini temen yang sering curhat sama aku dulu. Bukan temen yang jarang ngobrol ujug-ujug cerita begituan. Dan aku orang yang realistis banget. Yang harus punya alasan logis untuk berbuat sesuatu. Dan aku tau temenku hanya berniat curhat. Nggak yang melecehkan aku sama sekali. Dan aku emang sering jadi pendengar curhatan temen mulai dari masalah ringan sampe berat. Sampe kadang aku rikuh sendiri kalo lagi dengerin masalah yang mungkin agak berat karena kok mereka bisa ya cerita seterbuka itu ke aku, tapi ya aku seneng juga kalo bisa bantu mereka dengan jadi pendengar yang baik. Kadang orang Cuma butuh sharing kan biar lega dan bisa berpikir jernih. Meskipun kadang aku juga nggak kasih solusi apa-apa.

Jadi temenku itu bilang rasanya kehilangan keperjakaan adalah MENYESAL. Jarang-jarang dapet cerita begini dari sisi cowoknya guys. Katanya yang dia pikirin setelah itu adalah apa yang bisa diberikan ke istri sahnya nanti. Karena dia udah putus sama cewek yang udah ambil perjakanya dia. Ini beneran yang dia sampein ke aku guys, aku nggak yang menduga-duga sendiri.

Padahal kalo pemikiranku sebagai sisi wanita mungkin kalo laki-laki itu kan nggak berbekas yah. Nggak ada bedanya perjaka atau nggak, hanya Tuhan dan dirinyalah yang tahu. Tapi ternyata ada rasa guilty yang menghantui karena merasa telah membohongi istri sahnya nanti. Dan penyesalan adalah penyesalan. Datangnya dibelakang karena nggak antisipasi didepan. Aku nggak bisa anggap enteng sebuah penyesalan yang kayak gitu. Karena itu bukan sekedar penyesalan yang elo lupa nggak pasang alarm terus bangun kesiangan. Itu adalah penyesalan yang efeknya luas banget guys.

Cobalah sebisa mungkin ambil keputusan besar dengan sadar. Apa bener ini keputusan terbaik? Apa kemungkinan terburuk yang terjadi? Apa aku bisa tanggung resikonya? Apa aku bakalan nyesel setelahnya? Sebisa mungkin pikirin itu semua. Dia janji tanggungjawab? Bikin hitam diatas putihnya! Coba sih aku pengin tau kalo ada pacar lagi minta kalian nyerahin virginity, terus kalian bikin hitam diatas putih bahwa dia bakalan tanggungjawab nikahin, kalo perlu ada deadline kapan nikahnya, apa kira-kira dia jadi ngelakuinnya? Go ahead. Setidaknya nggak ada yang lari dari tanggungjawab. Satu resiko terhapuskan. Resiko lain monggo ditanggung pemenang.

Sebenernya lebih banyak alasan untuk nggak ngelakuin itu daripada sekedar hanya karena cinta loh.
1.       Diri sendiri
Yup, karena kita harus mencintai diri kita sendiri sebelum mencintai orang lain biar nggak dibutakan cinta. Segala keputusan hidup harus kita ambil sendiri karena seumur hidup kita bakalan melangkah dengan kaki, mendengar dengan telinga, melihat dengan mata, berpikir dengan kepala dan merasa dengan hati kita sendiri.
2.       Orang tua
Aku yakin kedua orang tua merawat anaknya, menjaga kesehatannya, mendidik kebaikan, bukan untuk melakukan SBM dan menanggung resikonya. Termasuk orang tua yang dulunya adalah pelaku SBM itu sendiri.
3.       Calon istri/suami sah
Banyak sekali orang baik hati didunia ini yang mau menerima seseorang yang tidak perawan/perjaka meskipun mereka sendiri masih segel utuh. Tapi aku yakin akan sangat lebih membahagiakan bagi seseorang yang pernah menyesal itu bisa menghapus feeling guilty nya meskipun itu nggak mungkin. Kayak temen yang curhat ke aku itu.
4.       Anak
Nggak ada yang namanya anak haram. Semua anak terlahir suci meskipun terlahir dari orang tua yang MBA. Tapi gimana perasaannya ketika ada orang lain yang tau dan punya niat jahat terus nyampein kalo dia terlahir karena peristiwa seperti itu? Marah? Malu? Bahkan mengulangi kesalahan orang tuanya? tapi aku juga yakin bahwa banyak anak yang bisa memaafkan dan menerima bahwa orang tuanya nggak sempurna dan punya kesalahan. tergantung dari cara orang tua menjelaskan dan mau meminta maaf kepada anaknya. Karena itu sudah resiko yang nggak bisa dihindari.

Disini aku sama sekali nggak bahas soal agama ataupun norma sosial. Pure hanya logika dan realita sekitar kehidupanku. Aku juga nggak bermaksud sama sekali buat menyinggung pihak tertentu. Aku hanya mau berperan menyampaikan pikiran bahwa aku sangat menyayangkan hal seperti itu terjadi. Istilahnya aku “ngeman” banget ke sesama perempuan khususnya.

Jangan bandingkan hidupmu dengan orang luar yang mereka nggak menyesal kok ngelakuin SBM. Itu sudah hal yang lumrah disana. Dan jarang terjadi penelantaran anak. Bahkan meskipun mereka nggak menikah tapi kesadaran dalam bertanggungjawab soal anak sangat tinggi. Tingkat kedewasaan disana sudah lebih baik dibandingkan disini. Yang aku tekankan disini adalah JANGAN MENYESAL. Aku cuma semacam memberikan spoiler resiko kehidupan para pelaku SBM di Indonesia yang sebenernya masing-masih sudah sangat mengerti tapi terkadang karena dibutakan cinta atau nafsu sesaat atau juga karena kurang kepedulian ataupun ketidaktahuan orang tua tentang pentingnya seks education, pentingnya untuk selalu mengingatkan dan menasehati anak karena memang itulah tugas orang tua.

Last but not least, untuk para pelaku SBM maupun MBA, Move on. Kalian nggak perlu menyesali yang sudah terjadi. Lanjutkan hidup dengan baik. Hadapi semua resiko yang sudah kalian ambil. Kita nggak bakal bisa balikin waktu tapi kita semua sama-sama berhak punya masa depan. Dan kalo ada anak hasil SBM, mau menikah atau enggak itu pilihan kalian. Jangan mikirin apa kata orang lain. Jangan menikah karena malu. Menikahlah karena siap. Jangan mengemis pertanggungjawaban kalo emang ada yang nggak mau tanggungjawab. Anak terlahir dengan rezeki masing-masing. Rawatlah anak kalian dengan baik, dan usahakan terus terang tentang keadaan di usianya yang tepat. Orang tualah yang tau kapan waktu dancara yang baik untuk menjelaskan pada anak. Jangan gengsi untuk minta maaf agar anak bisa mengerti dan menerima orang tuanya. semakin angkuh orang tua, semakin nggak akan saling mengerti. Dan untuk orang tua tunggal, tetap semangat dan kuat. Banyak kok diluaran sana yang punya kisah sama bahkan lebih buruk. Syukuri hal-hal kecil yang masih kita miliki daripada harus menghitung apa yang hilang dan kurang. Tuhan Maha baik dan nggak pernah meninggalkan kita meskipun kita melakukan kesalahan.

Love,

Chely

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hi ^^ Thank you for reading.. and your comment means a lot to me!
if you need a quick response please poke me on my Instagram @chelychelo :)