Kamis, 01 Agustus 2019

MENANGGAPI BUDAYA JOKES SEKSIS DI INDONESIA



Mumpung lagi semangat nulis dan ada kesempatan me time barang sebentar karena Zac lagi dirumah ibuku, kali ini aku mau menuangkan pikiran ku yang selalu mak cling muncul tiba-tiba.

Sebelumnya aku mau cerita sedikit yah. Jadi aku udah 4 bulan kerja jadi sales marketing Honda dan ini pengalaman pertamaku didunia marketing. Pengalaman kerjaku sebelumnya banyak dibidang akuntansi dan adminstrasi. Dan aku ngerasain banget perbedaannya. Dari yang jam kantor dan pusing dengan angka, laporan dan segala urusan kantor, sekarang kerja lapangan ya sehari-hari kayak main aja gitu tapi based on target.

Begitu juga lingkungannya. Dari yang ketemunya komputer, temen kantor, pelanggan, sekarang jadi lebih banyak temen. Banyak ketemu orang-orang baru. Ya karena emang harus lebih humble lagi padahal dulunya aku nggak gampang langsung akrab dengan orang baru.

Dan pekerjaanku kali ini menurutku lebih challenging. Pertama karena aku sebenernya lebih suka berada dilingkungan kerja yang bikin aku nyaman, bukan keramaian. Kedua aku nggak bisa terlalu cepat membaur dengan orang baru. Ketiga aku nggak suka rokok. And you know, pekerjaanku nggak bisa hanya dilakukan di no smoking area. Justru lebih banyak diluar, namanya juga kerja lapangan.

Awalnya aku jaga jarak sama orang yang lagi merokok, sejak dulu emang gitu. Tapi lambat laun aku ngerasa ini hal yang susah untuk kerjaanku kalo aku terlalu kuat dengan prinsip satu ini. Jadi tahap awal penyesuaian aku Cuma bisa gerutu dalam hati kalo ada yang merokok dideketku. Tahap kedua aku engap dengan mencoba tetap tersenyum. Tahap ketiga udah biasa aja, nggak sebel lagi kalo ada yang ngerokok. Tapi kalo ngerasa engap ya udah jaga jarak toh emang bukan lagi di no smoking area.

Sama kayak caraku beradaptasi dengan lingkungan yang lekat dengan budaya jokes seksis. Dilapangan aku ketemu bermacam-macam orang. Dan sebagian besar emang biasa melontarkan jokes seksis didepanku yang notabene nya sebagai kaum perempuan. Risih nggak sih denger masalah seksual yang dibuat becandaan meskipun itu bukan ditujukan ataupun membahas tentang aku. Aku tau emang sudah naluriah seorang laki-laki suka membahas hal-hal seksual dengan temannya. Tapi harusnya nggak didepan perempuan juga kan? Kayak, eewwwh.. apaan sih. Berasa langsung drop aja nilai mereka dimataku liat laki-laki yang begitu.

Tapi aku juga sadar sebagai pekerja lapangan aku harus bisa berbaur dengan segala macam orang. Aku harus lebih fleksibel lagi mengenai prinsip-prinsipku. Kalo aku terlalu kaku, gimana aku bisa masuk dan bisa bikin orang tertarik dengan penawaranku. Bukan berarti aku jadi permisif dengan budaya jokes seksis. Tapi semacam menggiring opiniku menjadi biarlah mereka dengan budayanya sedangkan aku dengan prinsipku bisa tetap berjalan beriringan agar maksud tujuanku tercapai. Toh aku nggak bakal biarin seseorang melontarkannya secara langsung ke aku, tapi aku hanya tidak menanggapi terlalu jauh apa yang mereka lakukan selintas didepanku. Do you get the point?

Aku sendiri merasakan bahwa aku bisa membuat batas yang tersirat kepada orang lain bahwa aku pantas diperlakukan dengan baik. Aku bukan orang yang pantas menerima ucapan asal maupun perlakuan kurang ajar. Yup, aku ngerasa orang bisa menangkap itu ketika melihatku. Kalian tau maksudku kan? Kalo ada seseorang yang bahasanya santun, sikapnya baik, pasti kita akan membalas perlakuan yang sama bukan? Rasanya rikuh kalo kita mau ngomong asal atau bersikap seenaknya gitu aja. Begitu juga caraku membatasi diri.

Bukan nggak mungkin juga ada orang yang nggak bisa menghargai orang lain, pernah juga ada yang bersikap/bicara seenaknya meski kita udah jaga sikap. Yaudah sih langsung aku tegur dong. Kalo temen kebanyakan minta maaf sih berarti mereka nggak bermaksud sengaja. Mereka kurang bisa nangkep how I want to be treated. Kalo orang baru atau pelanggan yang kayak gitu sih langsung aku block kontaknya. Bukan berarti orang bisa seenaknya bersikap meskipun mereka pelanggan. Karena aku nggak setuju sama kalimat “Pelanggan Adalah Raja”. Kita sebagai makhluk sosial hendaknya ber-simbiosis mutualisme.

To sum up, Yaa aku yang sekarang ini menurunkan ekspektasi aja. Aku nggak bisa mencegah segala hal diluaran yang terjadi disekitarku. Dan aku juga nggak boleh GR kalo orang dengan sengaja mau ngerugiin aku dengan mereka merokok, toh emang bukan di no smoking area. Aku nggak bisa jadi aktivis anti jokes seksis karena para laki-laki di Indonesia mayoritas masih nggak bisa menempatkan diri. Aku hanya seorang sales marketing yang harus lebih terbuka dengan banyak peluang, dengan orang baru, demi terlaksananya tujuanku dalam menawarkan dan menjual produk. Udah sih gitu aja.

Anw, kalo butuh kendaraan bisa call aku ya :p


Salam Target

Chely


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hi ^^ Thank you for reading.. and your comment means a lot to me!
if you need a quick response please poke me on my Instagram @chelychelo :)