Rabu, 01 Desember 2021

Hamba Kurang Ajar

 Jangan terlalu percaya sama aku lah, Tuhan..

Aku ndak sekuat itu, lho.

Selina ini, halah.. terlalu kecil buat dikasih keberanian sebesar ini, aku cuma 43 kg. Lawanku besar-besar kok ya dikasihnya takut ngadepin aku to, Tuhan?


Giliran Kau kasih aku takut, tapi kok ya takut buat nyakitin orang lain gitu lho. Nggak keren jadi kayak gitu disini, Tuhan. Remeh.. 


Iya iya, he em. Aku mbok suruh jd perantara kasih-Mu ke mereka gitu yakan? Lha mereka lo angel banget nyadari itu. Malah aku yang tukang sadar ini dikasi taunya cemburu-Mu aja. Biyuh..


Aku kurang mesra gimana to sm Engkau, Tuhan?

Ya emang aku agak nakal sama Engkau, lha siapa yang nyiptain aku jadi manusia? Hayo..


Manusia ya aku ini to, ya Allah? Kalo pengen yang manut nemen ya mbok aku dijadiin malaikat sekalian. Masa aku disuruh jadi manusia berhati malaikat kayak yang dibilang orang-orang?

Kesel aku, mangkel dengernya. Kok cik men. Pujian kok abot tenan..


Wistalah aku ini di nyek-nyek aja sampe habis dosaku. Trus jalan rejekiku di dunia lancar jadinya, lunas tanggunganku, sekiranya abotan amalku titik gitulah terus jemputen aku begitu aman.


Tapi kalo mau itung-itungan pun aku ga mampu beli kavling disurga kalo bukan karena cinta-Mu, Rahmat-Mu. Kontrakanku di dunia akhir tahun ini aja aku nggak tau juntrungannya lho, ahaha.


Sudahlah Tuhan.. jangan nesu sayangku..

Males ya sama aku?

Nanti malem aku dateng, kita ngobrol ya..

sini, peluk. Sakit semua aku.


1. 12. 21.

I dare YOU.


I'm just a 43 kg girl, I'm not even 28 yet.

Fucking thin and so weak.

At least give me good food or enough sleep, God.

I miss you so so bad, I don't want materialistic things here.

Take me after I finish everything.



No, You know this isn't my despair. I bought what You sold.

It's me, Selina. What did you expect?

I'd rather dead and meet You. You know that, God.


1. 12. 21.

Jumat, 25 Juni 2021

Awareness Atas Pilihan

Suatu pagi buta sekitar jam 01.00, aku mau tidur.

“Bentar, aku pengen cerita.. Bla bla bla bla.. menurut kamu gimana?”

“Oke. Faktanya kan ini itu ono. Terus mas ngerasa masalahnya dimana?”

“Ya karena aku pengennya begini, tapi malah begitu, trus lama-lama makin gini, itu juga gitu, kesel kan.”

“yaudah, liat kenyataan dulu. Dari awal mas udah milih itu, tau risknya apa ndak?”

“iya tau, tapi capek gitulo kalo gitu terus.”

“jadi dari awal mas tau risknya itu ya, tapi ngerasa capek, dan pengen ngubah kenyataan jadi kayak yang mas pengen?”

“iya..”

“Bisa nggak ngubah kenyataan dan lemparin resiko gitu aja?”

“enggak..”

“jadi pertama, tanya sama dirinya apa yang bikin capek, wajar nggak ngerasa capek, oh wajar ternyata, capek ya istirahat, atau berhenti sekalian ya monggo, mas yang pilih. Tentunya dengan risk lain yang mengikuti pilihan mas selanjutnya. Terus tentang nggak bisa jadiin kenyataan sesuai yang mas pengen, ya mau nerima apa mau merutuki? Pilih juga sambil nyadarin efeknya apa.”

“hmm.. iya..”

“yaudah gitu aja sebenernya kan hidup ini? Tentang memilih. Sadarin dengan penuh maunya apa, pilihan yang diambil dan resikonya, pertanggungjawabkan. Kalo tentang perasaan, jangan pernah di tolak, tapi digali lebih dalam. Soalnya hati buatan Allah ini nggak bakalan salah. Justru bisa nunjukin hal-hal yang benar kalo kita bisa ikutin. Masih ada yang ganjel?”

“hmm.. cukup kok, udah agak enteng..”

“Dengan mas coba cari insight dengan mau nanya dan nggak asal ngeluh aja, itu udah sebuah pilihan yang bagus kok.”

*****

Permasalahannya aku sensor ya, semoga tetep bisa dipahamin, kalo nggak paham ya lanjutin baca dulu aja. Hehehe.

Dari bangun tidur sampe tidur lagi, hidup ini isinya tentang memilih. Setiap pilihan yang kita ambil pasti punya resiko sendiri-sendiri. Nggak ada pilihan yang ga punya resiko. Tapi yang belum tentu pasti yaitu kita dengan sadar paham dan mau nerima resiko dari pilihan yang kita ambil itu. Ibarat air setetes aja pasti bikin getaran dipermukaan kolam. Hal sekecil apapun punya dampak untuk hal lain.

Misalnya bangun tidur, “mau bangun sekarang apa males-malesan dulu ya?”, “mandi air dingin apa anget ya?”, “pake baju yang mana ya?”, “minum pake gelas mana ya?”, “nyapa duluan tetangga itu apa nunggu disapa ya?”, “kok ada kucing ditengah jalan, aku pinggirin apa cuek aja ya?”, “nih orang jutek amat, jutekin balik ga ya?”, “kesel banget gue, marah-marah apa sabarin aja ya?”

Sehari kalo dihitung mungkin kita harus berjuta kali ambil pilihan entah hal kecil atau hal besar. Biasanya tingkat resiko juga sejalan dengan besar kecilnya pilihan yang harus diambil. Sadar dengan resiko ini bukan hal otomatis. Harus mau belajar dan melatih diri sendiri, karena ketika ada orang gantiin kita nerima risk dari pilihan yang kita ambil itu pasti terjadi hal buruk kedepannya.

Satu contoh kecil, misalnya kita mau ke ATM ambil uang selembar. Parkir motor nggak sampe semenit udah keluar. Terus tiba-tiba denger peluit padahal tadi nggak ada tukang parkir, motornya juga nggak dijagain gimana-gimana. Begitu keluar ATM enak aja tiba-tiba prat prit prat prit minta duit parkir. Habis dikasih duit langsung ngacir pula nggak dibenerin kek, nggak diseberangin kek.

“kasih apa nggak nih?”, habis ngasih, “kesel apa ikhlas nih?”

Kalo kita nggak mau nyadarin risk dari pilihan, mungkin kita otomatis mau kesel aja sama kang parkir. Kesel terus sampe rumah ngomel terus dalam hati. Tapi kalo mau berusaha nyari tau lebih dalem tentang pilihan kita tadi, kita nanya ke diri sendiri.

“gue kesel kenapa sih? Oh karena kang parkirnya nggak kerja bener tapi gue kasih duit. Wajar nggak gue kesel? Oh wajar sih. Tapi nggak bikin duit gue balik juga, malah bikin hati nyesek. Yaudah sih anggep aja tadi amal. Bukan tugas gue ngajarin dia ngelakuin kerjaannya dengan bener. Toh berkah enggaknya udah ada yang ngitung, Maha Adil pula. Gue cuma bisa ngatur amal gue sendiri.”

See? Bisa mahamin nggak proses berpikirnya dari contoh yang aku kasih. Duh maaf kalo aku nggak jago ngasih contoh. Intinya sih sering latihan self-talk dan kemauan buat menggali ke dalam diri kita sendiri. Karena pastinya akan sedikit lebih capek diawal dan butuh energi buat mikirin lebih matang pilihan yang kita ambil. Tapi menurutku worth it dan lebih memudahkan diri sendiri banget.

Tentang Berpikir Kritis

So, daripada asal milih yang keliatannya gampang, enak didepan, menuhin ego, tapi belakangannya bikin kita nggak siap nerima resiko dan sibuk nyari siapa yang salah, terus lupa kalo dirinya andil juga bikin pilihan, ya mending kan kita belajar mindfull dalam memilih. Seenggaknya kita siap dan bisa nyikapin sebelum resikonya bener-bener muncul.

 

Selina

 

Selasa, 15 Juni 2021

Tentang Jodoh

Mengartikan kata jodoh sendiri itu bagiku rasanya nggak bisa terwakili dengan kata-kata. Tapi kalo diibaratkan, jodoh itu emang kayak kepingan puzzle yang melengkapi kita. Bicara melengkapi, artinya secara posisi, jodoh kita adalah yang setara dengan diri kita, punya kelebihan yang mengisi kita, juga kekurangan yang bisa kita lengkapi.

Jodoh pasti bertemu? Maybe. I don’t know. Aku selalu menerima segala kemungkinan yang bisa terjadi. Bisa iya, bisa tidak, bisa iya tapi akhirnya tidak, bisa tidak akhirnya iya. Semua tergantung dengan setiap langkah yang kita ambil. Setiap orang punya cerita unik yang sama sekali berbeda tentang jodohnya. Dan itu membuat arti jodoh bagi setiap orang berbeda-beda pula.

Yang jelas, orang yang bisa menjelaskan jodoh itu apa, adalah orang yang sudah saling menemukan jodohnya. Karena ketika aku belum bertemu jodohku yaitu Abang, aku punya sedikit bayangan tentang apa itu jodoh, dan ternyata sama sekali nggak seperti yang aku bayangin. It’s just like a, snap! Aku nggak tau siapa, kapan, dimana. Dan kenapa-nya terjawab dalam proses saling belajar.

I don’t even know why can I said Yes. I mean, iya pastinya aku punya alasan saat itu atas pilihanku, tapi aku merasa ada sesuatu yang lebih besar dari sekedar alasanku saat itu yang bikin aku dan Abang dipertemukan. God’s working on us, that’s true. Bahkan disaat aku sama sekali nggak minta dipertemukan jodoh di usiaku yang baru masuk kepala dua.

Abang dikirim Allah ke aku yang saat itu memang butuh dia untuk bisa melangkah ke step selanjutnya. Dengan kelebihan beserta kekurangannya. Rasanya kayak terlalu cepat, tapi setelah berdiri saat ini dan melihat ke belakang, aku nggak akan bisa sampai titik ini, nggak akan sebertumbuh seperti saat ini, tanpa mengambil kesempatan menikah dengan Abang saat itu.

Bertemu jodoh bukan berarti kita bakalan cocok dalam segala hal dan semua berjalan lancar. Justru, disini jawaban tentang “kenapa seorang dia” bakalan kita temukan. Setiap permasalahan yang menghadang, satu demi satu kita bisa lalui dengan cara mudah maupun sulit dengan dia. That’s why, ada kemungkinan juga sebuah pertemuan harus berpisah, dengan jalan perceraian.

Apa itu artinya kita salah mengira jodoh kita? Terserah gimana kalian menyebutnya, tapi bukan itu poin pentingnya. Jodoh bagiku bukan tentang nama spesifik yang tertulis di takdir kita. Jodoh itu tentang kita ditemukan dengan apa yang kita cari. Lucunya, seringkali kita sendiri nggak menyadari apa yang kita cari dan butuhkan. Manusiawi, ketika kita lebih sering peduli dengan keinginan.

Again, God’s hands working on us.

So, bisa jadi, sebuah perpisahan atau perceraian diakibatkan kita yang mendahulukan memenuhi keinginan dan mengesampingkan kebutuhan kita. Dan dalam perjalanan menghadapi ujian, kita baru menyadari bahwa hal-hal yang kita cari dan butuhkan selama ini nggak terpenuhi dengan seseorang yang sudah sesuai keinginan kita. See?

Kalau ada temen single yang cerita or nanyain, kapan aku ketemu jodohku? Aku cuma bisa bilang, jangan fokus dengan pertanyaan itu. Because no one knows. Aku cuman bisa kasih saran buat temuin dirimu sendiri dulu, penuhi dirimu sendiri dulu. Jangan berpatokan kebahagiaanmu belum lengkap tanpa bertemu jodoh. Jangan menggantungkan tujuanmu pada orang lain.

It’s okay untuk berdoa, minta ke Tuhan dipertemukan jodoh, bahkan dengan spesifik menyebutkan jodoh seperti apa yang diinginkan. Berdoa adalah kebutuhan kita untuk menyadari hal-hal yang kita butuhkan dan kita nggak punya kuasa untuk mewujudkan, dan kesadaran itu akan membimbing langkah kita mendekat menuju hal-hal terjadi dalam hidup kita.

Itu lebih baik dilakukan daripada kita hanya fokus dengan bertanya-tanya dan nggak sabar menunggu jawaban atas keinginan kita, padahal Allah yang paling mengerti kebutuhan kita. Trust Him. Jangan membuat diri sendiri kesulitan menjalani hidup dengan rasa syukur karena melewatkan hal-hal baik yang sudah Tuhan kasih, dan terus mengungkit hal yang belum tepat waktu untuk hadir.

Seperti yang sudah aku bocorin sebelumnya, ketika kita sudah dipertemukan jodoh nanti, kita maupun jodoh kita juga harus saling siap dengan rentetan ujian didepan yang mengikuti. Yup, it takes two to tango. Nggak bisa terus berjalan baik ketika hanya ada salah satu yang siap. Aku sendiri pun nggak tau apa yang akan terjadi didepan, apa aku bisa sama-sama dengan Abang seterusnya.

I have to be ready for whatever happens next, are you ready?

 


Selina

 

Senin, 07 Juni 2021

Mengenal Kesepian

 


Mikir apa sih pas nulis judul ini di draft? Wkwkwk

Kayaknya aku pas lagi ngerasa dan menerima perasaan kesepian hadir di usiaku yang ke 27 tahun. Dulu-dulu kayak cringe banget denger kata kesepian. “idih, nggak pernah tu gue.” Ngerasa suka banget sendirian dan nggak pernah ngerasa kesepian. Eh dasar congkak ya, sering banget diingetin Tuhan kalo habis ngebatin songong gitu langsung ditunjukin hal-hal. Ampun Gusti..

Kesepian tuh beda ya sama kesendirian? Kalo sendiri ya kondisinya nggak ada orang lain selain diri sendiri. Kalo kesepian itu ngerasa sendirian meski ada diantara keramaian ataupun ada yang nemenin. Aku orang yang suka dan sering banget menyendiri, bisa nyampur diantara keramaian juga. Tapi esensi dari judul ini apaan sih? Suka ngadi-ngadi kalo bikin draft deh.

“oke, gue ngerasa kesepian.” Adalah ketika aku ngerasa butuh seseorang, entah seseorang itu tau atau enggak kalo aku lagi butuh dia, dan diluar konteks dia nggak mau or nggak bisa ada buat memenuhi kebutuhanku. Padahal ada orang lain yang nemenin aku ataupun disekitarku, tapi aku malah berekspektasi ke seseorang yang nggak bisa ada buat aku.

Udah dasarnya aku jarang bisa bergantung sama orang, sekalinya ngerasa butuh sama seseorang, resiko handling rasa kecewa ketika orang itu nggak memenuhi kebutuhanku jadi sangat besar. Make sense sih sama kepribadianku yang nggak bisa nanggung-nanggung ini. Ya karena udah tau kelemahanku yang ini, mau gimana lagi kalo nggak dipeluk aja perasaannya.

Tayang aku.. uh..

*puk-pukin diri*

Iya udah diterima yok.. semua perasaan boleh dirasain kan? Yaudah ga apa-apa kecewa. Ga apa-apa kesepian. Yook diperbaiki lagi ekspektasinya biar nggak sedih-sedih banget ya. Udah sering denger kan jangan berharap sama makhluk, ya dasar makhluk juga tempat khilaf. Kan gue makhluk juga yakan? Dah yuk cup-cup, kayak nggak ada Allah aja sih.

***

Itu tadi aku recalled perasaanku yang ngendon di draft. Hehehehe

Sekarang mah udah nggak apa-apa, baek-baek. Alhamdulillah.

Jalan lagi ya? Cus gaskeun.

 

Chely