Kamis, 18 Juni 2020

PRIORITY IS A BULLSHIT



Denger kata prioritas apa yang terbesit dibenak kalian? Diutamakan? Tapi semudah itu sebuah kata “utama” turun tahta menjadi “kedua”. Ada nggak yang pernah ngerasain percaya diri ketika dibilang jadi prioritas, The One and Only, ceunahna! Tapi kenyataannya nggak selalu seperti itu ya? Upsie.


Well, yeah. Kata prioritas ketika berdiri sendiri memang artinya hal yang diutamakan. Tapi ketika diselipkan menjadi kata sifat, sangat bergantung dengan subjek dan keterangan waktunya. Jadi ketika kita bangga menjadi prioritas seseorang, don’t take it for granted. Sedetik kemudian kita bisa jadi yang kedua bahkan terakhir. Gampangnya, priority is bullshit.


Kalo mau denger penjelasan ribetnya sini, duduk dulu. Aku kasih contoh ya. Misal nih, kita pasti ingin selalu jadi prioritas pasangan. Ingin selalu di nomorsatukan. Hal yang wajar, aku sendiri pun juga. Rasanya nggak dapet kabar sehari aja kayak jadi di nomorduakan sama kesibukan, nggak sih?


Coba sini aku kasih liat lagi sebelum telunjuknya mengarah ke para suami, itu, jari tengah, manis dan kelingkingnya kemana? Iya ke kita sendiri. Aku sebagai ibu yang bekerja, kalo ditanya apa prioritasku sebagai seorang ibu, YA ANAK LAH. Pake ngegas pun. Terus kalo kerja anaknya gimana, ma? Dititipin neneknya/daycare. Ehehehe. How bullshit are we?


Jangan sedih, ibu rumah tangga yang 24/7 sama anaknya terus. Kalian kalo bapaknya anak-anak dateng langsung scrolling media sosial, nonton drakor, nyalon, sama aja kali. Me time menjadi prioritas demi kewarasan diri. Dan itu nggak dosa bun. Kita bukan lah godhong sawi. Kita manusiawi.


Nah, sampe sini ada yang benar? Ya tentu benar. Masih kurang contohnya? Misal Lee Tae Oh, bilang ke Da Kyung kalo dia dan lil Jenny adalah prioritasnya saat ini. Wuhuu mamam lah tu. Setelah bercerai pun Tae Oh nggak bisa lepas dari Ji Sun Woo alih-alih karena hak asuh anak, ternyata belum move on juga. Ini udah pada nonton The World of The Married kan? Yang belum, ya udah ga mudeng paragraf ini. Skip boleh. Ehehe


Jadi harus gimana menghadapi balada prioritas ini, jenderal? Jadi gini..
*benerin kacamata*
Let's talk about the clarity of priority it self. Ini soal mindset kita tentang prioritas sih yang perlu diperluas. Ya memang harus mundur beberapa langkah dari objek prioritasnya biar bisa liat sudut pandang yang lebih luas buat menyikapinya. Jadi mulai dari lihat diri sendiri dulu. Karena kadang kan kita menuntut untuk jadi prioritas seseorang yang kita sendiri prioritaskan, bukan? Kita proyeksikan dulu, gimana wujud nyata prioritas yang kita labelkan ke suatu hal/seseorang.


Misal ke pasangan, apakah dalam keadaan apapun kita akan mengutamakan pasangan? Kalo ada selisih paham dengan orang tua, dengan relasi kerja, atau mantan bahkan, kita akan selalu mendahulukan kepentingan pasangan kita? Mikir kan lo.. lihat-lihat dulu masalahnya apa itu udah satu hal, belum hal-hal yang lain, tapi yang pasti.. ketika kita mencintai pasangan, pasti kita akan memikirkan dan memberikan yang terbaik buat dia, bukan?


Sedangkan proses mengurai masalah, menentukan sikap, mengambil langkah, nggak selalu selaras dengan apa yang kita prioritaskan. Entah itu kita harus menenangkan orang tua dulu, atau menyelesaikan secara profesional dengan rekan kerja dulu, bahkan meminta maaf dulu atas sikap cemburu buta pasangan kita ke mantan? Hmmm.. Interesting.


Sebaliknya kita juga harus bisa mengerti bahwa kita juga tidak selalu bisa menjadi prioritas pasangan, yang kita perlu tahu dan yakini, kita adalah orang yang penting baginya, dan percayakan saja ia akan mengambil sikap as the best as they can do and give for us. Simple? Oh tidak juga. Sering membuat hati mencelos pun. Tapi memang seperti itu kenyataannya. Come on, jangan double standard. Kalo kita ternyata nggak melulu menjaga hal/seseorang dalam prioritas utama, ya jangan terlalu keras menuntut itu.



Satu hal yang bisa kita prioritaskan adalah paham akan diri sendiri. Berbeda dengan egois. Karena dengan mengerti kemauan sendiri kita bisa mengambil sikap yang tepat untuk orang lain. Dengan percaya posisi kita bagi seseorang, kita bisa lebih sadar bahwa seseorang itu bakal ambil sikap yang sesuai dengan apa yang kita percayakan kok. Meski nggak harus sak deg sak nyet. Toh keinginan kita nggak harus terkabul di detik pertama kok, let the force be with you. Nomorduakan ekspektasi tentang prioritas itu sendiri, utamakan memahami diri dan keadaan.


Contoh lagi ini biar mudeng, misalnya aku pengen dirawat abang pas lagi sakit berat, barengan ketika abang harus meeting penting dengan orang jauh-jauh dari luar kota. Nggak bisa ditunda. Kalo aku prioritas HARUSNYA abang milih ngerawat aku daripada kerjaannya. Tapi ternyata kerjaan ini nggak bisa ditunda.


Coba turunin dikit aja deh ekspektasi tentang prioritas : aku sedang sakit dan butuh dirawat. Jadi solusinya, minimal harus ada yang gantiin abang buat ngerawat aku. Abang yang coba cariin deh biar lebih keliatan effort nya, habis itu setelah meeting abang pulang ninggalin kerjaan yang bisa ditunda. Bawain obat atau apapun keperluanku buat ikhtiar sehat. See? Lebih enak dibaca kan daripada harus keluar kata-kata “kamu tuh ga pengertian banget sih, aku sakit setahun sekali aja kamu nggak bisa nemenin!” uh oh.. backsound : “Ku menangiiiss membayangkan.. betapa kejamnya dirimu atas diriku~”


That’s all. Udah cukup panjang aja tulisannya meski waktunya singkat. Aku tutup pake quotes yang baru aku bikin sendiri deh. buhbye!



The way to remain the top priority is not to prioritize the priority itself.


Love,


Chely



Selasa, 16 Juni 2020

New Bosque Warkop - Viva Futsal Suhat Malang [REVIEW]

Weekend kemarin aku diundang temenku Krisna ke acara opening cafe. Karena dapet empat voucher, aku kesana sama YK, Zac dan Shela adekku. Keroyokan hahaha. Seneng dong.. karena keadaan gini kan suntuk dirumah terus tapi bingung juga mau kemana kalo libur. Nama cafenya New Bosque Warkop. Alamatnya di Jl. Bunga Andong, Jatimulyo - Malang (Viva Futsal Soekarno Hatta). Kalo pake google maps search aja Viva Futsal pasti ketemu.

foto ini aku ambil pas mau pulang, parkiran mulai lengang.

Awalnya agak bingung sebenernya ini cafe atau warkop karena di vouchernya tertulis New Bosque Warkop, sedangkan temenku bilang ngundang aku ke opening cafenya. Jadi agak mamang mau ngajak Zac karena pertimbangannya bakalan ada smoking area yang terpisah apa nggak yah? Tapi akhirnya aku mutusin buat ngajak Zac juga toh aku udah pesen 4 voucher.


Sempet nyasar karena aku masuknya ke Jl. Andong, padahal harusnya Jl. Bunga Andong. Haha dudulnya.. tapi nggak jauh-jauh banget kok ternyata. Terus akhirnya aku di shareloc sama temenku. Sesampainya disana rame banget dong, parkiran penuh. Ada 2 mobil dan motor banyak banget. Karena ga muat aku parkir mobil didepan Viva Futsalnya. Tapi Zac malah tidur pas udah nyampe. Jadi aku yang masuk duluan liat keadaan di dalem, YK nungguin di mobil sambil jagain Zac.


Diparkiran aku ketemu 3 orang temen sekelasku dulu jaman SMK. Cowok semua karena ya emang dulu jurusan RPL banyak cowoknya. Hehehe. Aku sempet ajakin selfie didepan parkiran karena didalem masih full mejanya.

dari kiri : Faiz, Chely, Pepi, Beni

Setelah udah mulai ada yang keluar, kami barengan masuk langsung menuju ke kasir buat pesen. Aku pesen Es Kopi Caramel dan Ramen Goreng. Pelayanannya ramah meskipun pesenannya dateng agak lama. Bisa di maklumin sih soalnya emang lagi non-stop pengunjungnya pas opening kemarin. Rame banget.

  
Ini pricelist menunya, cukup murah menurutku dengan standar cafe tongkrongan anak-anak muda atau pengunjung area futsal.


 
Pricelist Makanan

Pricelist Minuman

Aku duduk sama temen-temenku di tengah ruangan. 80% pengunjungnya cowok dan pada ngerokok. Konsep cafenya emang los gitu satu ruangan luas, pas buat tongkrongan anak muda. Buat aku yang bawa keluarga ngerasanya sih kurang cocok karena ya nggak ada smoking area yang terpisah. Tapi atapnya cukup tinggi jadi sirkulasi udaranya cukup baik, dan juga bikin nggak terlalu panas meski saat itu sekitar jam 2 siang.

letak barista dari sudut tempatku duduk sama temen-temen

Ini penampakan sudut lainnya. Jadi ada beberapa meja kursi yang ditata dengan beberapa variasi. Ada yang kursi dan meja tinggi, ada yang sofa dengan kesan lebih santai.


sudut meja dan kursi duduk lain dari depan meja kasir


Setelah pesanan dateng, aku langsung hajar karena emang sengaja belum makan siang dari rumah. hehehe. Yang dateng duluan Ramen Gorengnya. Baru pertama ini tau ada ramen goreng. Biasanya kan berkuah ya. Dateng dengan kondisi masih hangat. Rasanya cukup enak, dengan topping suwiran telur dadar gulung. Rasa yang paling menonjol disuapan pertama itu mericanya yang cukup tajam. Jadi meski aku pesen yang nggak pedes, ternyata mericanya kuat. Jadi kalo Zac pasti nggak mau deh.
            


Habis itu Es Kopi Caramelnya yang dateng. Dengan penampakan gradasi antara kopi, susu, dan karamel, bikin sayang aja mau ngocoknya hahaha. Difoto dulu dong baru dikocok, trus baru cobain. And da boom! Otomatis goyang-goyang badanku saking nikmatinnya, ya karena menurutku enak bangettt. Aku suka banget Es kopi caramelnya. Enak!


Es Kopi Caramel. mmmhh..
  


Selesai makan ramen goreng sampe habis, rombongan orang yang di meja pojok ruangan pulang. Kesempatanku buat nempatin berempat karena menurutku nyaman aja kalo ngajak Zac masuk dan duduk disitu. Deket jendela juga jadi nggak terlalu terganggu asap rokok. Pengunjungnya juga udah mulai berkurang. Jadi aku telpon YK suruh masuk sama Zac dan Shela. Ini penampakan meja yang mau aku tempatin.

sebelum dibersihin. aku foto dari tempatku duduk sama temen-temen

Oh iya, disini juga ada disediain permainan Uno Stacko gitu, Tapi aku lupa nggak liat ada mainan apa aja disitu karena Zac nggak sabar aja minta pinjem Stacko ke mbak kasirnya Kayaknya sih ada Uno Card juga. Jadi nggak berasa nunggu lama sampe pesenannya Zac dateng karena kedistract main ini. Zac betah banget mainan gini, sampe udah dirumah dia bilang “mama kapan-kapan kita main disana lagi ya!”. Hehehe


 
Zac main stacko with onty Shela

Zac happy!

Aku nambah pesenan Es Lemon Tea buat Zac. Shela ngikut rekomenku buat cobain Es Kopi Caramel. Sedangkan YK tentu aja Es Kopi Strong. Dan 3 porsi ricebox BBQ. Aku penasaran cobain Es Kopi Strongnya. Dan yah enak juga, pastinya emang lebih strong rasa kopinya. Kaget sih dengan harga segitu bisa ngerasain kopi yang udah cukup enak banget. Karena aku bandingin dengan kopi franchise yang harganya juga sebanding.


Es Kopi Strong. wuhuu !


Pas nyuapin Zac rice box, ternyata dia kepedesan. Padahal aku pesen yang BBQ. Aku cobain ternyata emang ada sedikit rasa mericanya. Meski nggak sekuat rasa merica di ramen goreng, tapi ternyata tetep kurang ramah juga dilidah anak-anak kayak Zac. Padahal menurutku rasa ayam saus BBQ nya enak loh. Akhirnya ya aku habisin makanannya sama YK deh. Ehehe.


Rice box BBQ

Es Lemon Tea nya juga enak. Ya ampun padahal murah banget dibanding cafe-cafe lain yang biasanya masih berasa hambar, atau takaran lemon sama tea nya nggak seimbang. Nggak expect banget bakalan dapet rasa kayak gini dengan harga yang tertera disini.



 
Es Lemon Tea

To sum up, menurutku makanan disini cukup enak dengan harga yang cukup murah banget. Paling favorite buatku ya kopinya. Pelayanannya juga baik dan ramah, mbak-mas nya murah senyum dan telaten. Beberapa kali ada tambahan orderan yang kurang mereka respon dengan baik. Tempatnya juga cukup nyaman buat anak muda, ada musiknya juga. Lebih pas banget abis futsal di sebelah lanjut ngopi disitu sama temen-temen. Kayaknya lebih asik kalo nongkrong disana malem gitu sama temen atau pasangan.


Menurutku sih kurang pas kalo bawa anak, karena selain nggak ada smoking area yang terpisah, dari 2 menu makanan yang aku cobain rasa mericanya nggak ramah di lidah Zac. Mungkin bisa kalo anak yang udah agak gedean yang udah doyan pedes ya. Atau mungkin pesen cemilannya aja mungkin. Dipintu masuk disediakan wastafel dan sabun untuk cuci tangan. Jadi cafe ini juga cukup mengikuti prosedur untuk covid-19 ya.


Tapi balik lagi ya selera orang kan subyektif, berbeda-beda.  Ini review murni pendapatku pribadi aja. Dan aku sebenernya udah nggak sabar sih mau order kopinya lagi di Go-food haha. Tapi harus kontrol karena punya maag, jadi next time deh aku mau cobain yang Es Kopi Creamy ah.. Hehehe.

Nih aku kasih beberapa foto dan video suasana pas aku disana.

Zac bikin domino dari stacko

Penampakan cafe dari sudut tempatku duduk

Zac main sama Ayah (I)

Zac main sama Ayah (II)

Mba servernya yang ramah :)

Zac sebelum kepedesan


Maaf kalo sekedar remeh temeh ya, soalnya cuma food blogger ala-ala. Jadi bener-bener review yang jujur dan pendapatku personally. Semoga bisa jadi salah satu tempat tujuan yang pas buat kalian juga ya.


 Love,

Chely

Jumat, 12 Juni 2020

MY DAILY ACTIVITIES (JUNE-2020)


source https://www.freepik.com/


Kemarin aku tuh udah bikin resolusi kedisiplinan yang mau dicapai kan, tapi kok kayak bingung bagi waktunya karena ngerasa 24 jam sehari itu kuraaangg. Kayak cepet banget sih padahal belum ini itu. Jadi aku coba bikin breakdown kegiatanku dalam 24 jam dulu biar tertata gitu, jadi semacam bikin strategi yang diperinci biar nyampe goals-nya. Hehehe dasal caplicoln yah. And walla.. this is it!  


  
Dikasih jam sekalian biar lebih notice aja gitu, nggak harus saklek amat nurutin tabel. Tapi setelah dibagi gini kan jadi tau ternyata kegiatan kita bisa ke-skip ya kalo kita nggak sadar waktu. Misal keasikan scrolling sosmed bablas aja tau-tau udah 2 jam sendiri. Atau ngerasa butuh me time terus bablas lagi kelupaan belum main sama anak seharian. Bablas lagi suami juga ikut di-skip. Ehehe
Cung yang ngerasa! :p


Dan waktu paling banyak kesita ya di kantor kalo karyawan kayak aku. Biasanya aku suka selipin nulis blog pribadi/kantor, bikin konten IG atau googling sesuatu di Internet/Youtube di sela waktu pas kerjaan lagi luang. Sekarang ini sih ya lagi suka belajar tentang financial, parenting kadang juga randomly aja googling apa gitu.


Rencana ada keinginan belajar make up sama main gitar malah. Tapi instrumen pendukungnya belum ada semua hahaha. Ngantor aja ga bedakan, cuman pake skincare, alis, gincu udah. Emang cuman punya itu doang gimana dong? Gitar juga rusak dari kapan tahun belum beli, ada gitar listrik YK tapi dikunciin doang dilemari. Ya kali orang hobi rebahan belinya gitar listrik -_- gitarnya yang disuruh rebahan, ceunah!


Awalnya tadi mau bikin lebih rinci lagi kayak jam makan 3x sehari, jam sholat 5 waktu, tapi kok pusing amat jendral. Jadi ya udah bikin garis besarnya aja deh, yang sering dilakuin sehari-hari dan berhubungan sama goals-nya juga. Jadi pas hari libur atau weekend tinggal nyesuaiin aja kan pasti lebih santai juga kegiatannya karena lebih banyak waktu luang.


By the way, kalian jangan overthinking ya. Aku bisa baca pikiran kalian wahai kaum rebahan.
“kok gue ga kepikiran sampe situ sih?”
“gue sehari-hari cuman gini-gini aja, lempeng-lempeng aja, da yang penting ga ganggu orang..”
“emang harus ya bikin jadwal kegiatan gitu?”
“let it flow weh lah.. dijalanin aja namanya juga hidup..”


Ya itu terserah kalian aja sih. Feel free to agree or disagree. Ini reminder buatku pribadi aja kok. Karena kalo udah di posting gini kan lebih ngerasa bertanggungjawab sama goals-nya. Biar planning nggak cuman sekedar dipikirin, dicatet, terus digampangin sampe tujuh puluh Senin terlewati.

Yaudah ya udah jam 10:30. Jadwal dhuha gue telat 30 menit nih. Buhbye!



Love,

Chely


Kamis, 11 Juni 2020

DOUBLE STANDARD



Setiap orang punya prinsip yang berbeda-beda, dan itu wajar banget yah.. Karena prinsip terbentuk seiring dengan seorang itu tumbuh dan mengalami berbagai macam proses hidup yang berbeda pula. Ini juga yang membuat setiap orang itu unik. Nggak ada yang identik rasanya kalau soal prinsip.

Masalah prinsip ini lah yang mempengaruhi hubungan kita dengan orang lain. Entah orang tua, pasangan, temen, bos, siapapun itu. Mungkin kalo anak-anak belum punya prinsip yang kuat, belum ngeh juga pastinya, justru kita sebagai orang tua berpengaruh banget dalam pembentukan prinsip anak melalui pola asuh yang kita terapin selama ini. Aku aja baru yang bener-bener ngeh punya prinsip sendiri rasanya sejak lulus SMK deh. Karena  dulu jaman masih sekolah meski udah cukup mandiri tapi tetep aja beberapa keputusan harus nurut orang tua kan..

Sejak kerja dan menghasilkan uang sendiri, beli apa-apa sendiri, nanggung kebutuhan sendiri, jujur aja bikin aku ngerasa lebih PD buat nerapin prinsip-prinsipku. Hal ini juga yang sempet bikin perang dingin sama ortu. Aku sibuk kerja dan kuliah, jarang dirumah kecuali buat tidur. Wajar emang kalo saat itu komunikasi dirumah pun memburuk, ditambah nggak ada yang tau gimana caranya apalagi memulai untuk memperbaiki.

Aku anak yang cukup keras kepala dan berkemauan kuat sejak kecil. Tapi bener-bener aku tunjukin lebih lagi setelah aku mandiri secara finansial. Dan ini sama sekali bukan niat untuk lupa diri atas jasa-jasa orang tua, atau menyombongkan diri karena udah bisa mandiri. Not at all. It’s just natural feelings to feel, rite?

Kita bukan anak durhaka hanya karena kita ingin menjalani hidup sesuai dengan keputusan dan dengan resiko yang kita tanggung sendiri kan? Ada masanya memang seorang anak terlepas dari tangan orang tua. Toh memang setiap anak adalah subject, individu yang berdiri sendiri. Tapi rasanya emang anak dan orang tua pasti punya banyak sekali sudut pandang yang berbeda ya? Pengalaman ini bakalan aku pake untuk pengingat diri sendiri buat ngadepin Zac saat dewasa nanti.

Yang mendasari perselisihanku dengan ortu biasanya karena perihal double standard. Mereka melarang ini, menyalahkan itu, tapi mereka sendiri nggak sadar kalo apa yang mereka permasalahkan itu ternyata mereka sendiri lakuin. Aku jadi bingung harus bersikap gimana kalo ngadepin prinsip yang berubah-ubah perlakuannya. Rasanya kayak serba salah, semua-semua aku lakuin kayak salah terus.

Ada pengalaman yang sampe sekarang aku inget banget. Pas aku masih SMP, jaman HP masih monokrom, SMS masih 350 rupiah. Dulu aku punya nomer HP yang cukup cantik, tetiba aja Bapak nyuruh aku ganti nomer. Pas aku tanya alasannya, bapak nggak jelasin apa-apa. “wis pokoknya seli ganti aja!” dengan muka merengut tanda aku nggak boleh nanya lagi. Dongkol banget rasanya waktu itu. Just WHYYY?!

Aku ngerasa memiliki hak penuh atas nomer HP ku itu. Tapi aku ngerasa diperlakukan nggak adil. Hanya karena aku seorang anak apakah aku nggak punya hak penuh atas barang yang aku miliki? Aku nggak suka emang ganti-ganti nomer dari dulu. Masih inget banget rasanya. Dan sampe sekarang pun aku nggak tau apa alasannya bapak nyuruh aku ganti nomer tiba-tiba. Hal sepele emang, tapi ternyata bisa jangget banget dihati.

Dulu-dulu aku cuma bisa diem, tapi nggak bisa ngapa-ngapain selain akhirnya ngelakuin hal sesuai kemauan mereka meski nggak sesuai sama hatiku. Entah sejak kapan aku baru paham kalo aku ngerasa, apa yang mereka harapkan dari aku nggak berbanding lurus dengan apa yang mereka terapkan ke diri mereka sendiri. Terlalu banyak dicecar ini itu, tapi ngerasa diriku nggak pernah didengar.

Ternyata antara pikiran, perkataan dan perbuatan harus sejalan biar suatu hal bisa masuk ke telinga, diproses otak untuk diingat, dan disimpan dihati untuk dihayati. Ciahhh.. bagus banget bahasa gua tepok tangaaann. Prok prok prok!
*dilempar pengki*

Aku mungkin baru melewati tahap “ngeh” tentang apa-apa yang aku jadiin prinsip, masalah penerapannya ini juga masih belajar terus. Tapi emang tahap “ngeh” itu penting banget loh! Soalnya banyak banget orang yang masih nggak ngeh kalo lagi double standard. Gimana mau ngerubah kalo ngeh aja nggak kan?

Misal kita pengen punya anak yang cerdas, tapi kita ortunya selalu matahin pendapat dia, selalu ngerasa lebih tau segalanya, kita maksa dia buat ngikutin pendapat kita. Nggak make sense kan? Atau kita berharap punya suami yang selalu jujur, tapi kita selalu ngomelin hal-hal nggak penting. Kita nggak mau kompromi sama kemauan suami atas hal yang nggak sesuai dengan yang kita expect. Of course dia lebih milih buat nyembunyiin hal-hal kecil atau bahkan berbohong daripada harus bertengkar gegara hal sepele.

Contoh terakhir, suami pengen punya istri yang dandan rapi meski dirumah, wangi, nggak berubah dari jaman sebelum nikah sampe punya anak 4. Ya dikasih uang buat perawatan dong, bantuin kerjaan rumahnya, kalo mampu ya pake asisten dan baby sitter, make it balance lah pokoknya. Nggak ada yang sempurna kan? Do you get it? Semuanya tuh kudu seimbang. Tentukan prinsip dan sesuaikan penerapannya. Do it consistently.

Jadi apa yang kita mau dapetin, ya pantesin diri. Perlakukan orang lain sesuai dengan gimana kita ingin diperlakukan. Prinsip ganda ini deket banget sama nilai-nilai moral kehidupan disekitar kita. Yang intinya sebuah ukuran seakan jadi berbeda ketika subjeknya berbeda. Banyak banget quotes yang sesuai sama tema double standard ini. Tapi aku pilih satu yang paling sarcastic buat mengakhiri tulisan ini. Biar nampol. Ehehehe


“Don’t get mad when I pull a YOU on YOU.” 
-unknown-



Love,

Chely

Rabu, 06 Mei 2020

MY OWN BATTLE




FYI, ini draft dari bulan Desember 2019 belum kesentuh lagi. Karena emang hari-hari setelah itu kayak full banget. Sampe rasanya seringkali harus nyari-nyari distraksi untuk "escape" barang sebentar demi menjaga kewarasan. Sekarang ini dibilang udah selesai juga belum bisa, karena efek dominonya masih terasa. Tapi karena ini konteksnya hanya membahas soal pengalaman trauma masa kecilku yang bisa dibilang sudah bisa terlewati, so.. here we go.


Sebelumnya aku pernah menulis tentang pergolakan ku melawan trauma masa kecil. Aku sudah mencoba untuk memaafkan hal-hal pahit yang mempengaruhi kehidupanku setelah menikah dan punya anak. Dan ternyata bagiku, sebuah validasi sangat lah berarti.

Sebelum lanjut bisa baca ini dulu : Trauma masa kecilku


Sekitar 2 minggu lalu aku tertimpa musibah terbesar dalam hidupku. ter-BESAR, selama 25 tahun aku hidup. Yang aku ga pernah sangka bisa terjadi dihidupku yang aku tata sebaik mungkin, karena emang masalah ini nggak dateng dari aku pribadi. But I have to do responsible with it. Like I REALLY have to. Dan aku ga bisa menceritakan masalahnya, karena selain masalahnya belum selesai, aku juga belum memutuskan dan menemukan manfaatnya kalaupun aku buka disini.


Long story short, karena ada masalah ini akhirnya aku speak up tentang uneg-uneg yang terpendam sejak lama ke ortu. For the first time. Aku yang selama ini mencoba mengubur rasa sakit, rasa tidak terima, tiba-tiba menunjukkan segala luka terdalamku. Bahwa aku masih merasakan sakit itu, bahwa aku ingin mengatakan inilah aku yang sesungguhnya, inilah aku yang tidak mau di doktrin, inilah aku yang punya cara pandang yang berbeda, inilah aku yang tidak bisa menerima perlakuan tidak baik, inilah aku yang menuntut perlakuan yang aku harapkan, inilah diriku yang bisa merasa sedih, lemah, menangis, terpuruk. Inilah diriku seutuhnya yang ingin didengar.


Awalnya ortuku alot, mereka tidak benar-benar mendengarkan. Mereka hanya kekeuh dengan prinsip bahwa ortu tidak pernah berniat buruk kepada anaknya. Tujuan mereka baik. Hell I know that. I fuckn now that. Tapi itu tidak bisa menjadikan alasan pembenaran atas perlakuan dan sikap yang salah.

Karena terlanjur ungkapin, aku berusaha untuk tidak mempersulit keadaan yang sudah sulit. Aku tau mereka kaget kenapa aku malah ngungkapin hal ini ditengah masalah besar saat itu. Aku bilang kalau aku cuma pengen didengar. Aku pengen mereka tau apa yang aku rasain. Karena selama ini aku selalu mengikuti apa yang ortuku bilang tanpa membantah hanya karena takut menghadapi konflik, takut dibilang anak durhaka, takut dicap anak yang suka ngelawan, takut ortuku tersakiti karena aku mengemukakan pendapatku yang berbeda.


That was so totally emotional for me. Ungkapin hal-hal yang sudah lama terpendam sangat menguras emosiku. Ibuk cuma bisa telungkup di sofa sambil nangis, bapak diem nunduk sambil berusaha mendengar dan mencerna semua yang aku ungkapin. Aku mengeluarkan segala sisi kelemahanku, menangis, memeluk Bapak dan bisikin sambil sesenggukan, "Kapan terakhir kali Bapak tau, nanya gimana perasaan Seli? Seli bisa nangis pak, Seli nggak selalu kuat, Seli nggak selalu pengen nurut,  Seli keras kepala, Seli selalu punya pendapat sendiri, Seli kangen digendong Bapak, Seli sayang Bapak" Dan pecah.. Tangisanku sakit banget dihati rasanya.


Bertahun-tahun pelukan hanya sebagai syarat momen halal bihalal saat lebaran, nggak ada feelnya. Akhirnya pelukanku dibalas dengan tangan bapak yang mengelus kepala dan punggungku, sangat terasa perasaan rikuh, sakit, dan hangat lebur jadi satu. Bapak bilang, "Bapak tau.. Bapak juga sayang Seli. Bapak nangis pas tahajud malam sebelum Seli Akad nikah. Tanggungjawab Bapak diambil Yockie suamimu. Bapak merasa kehilangan. Maaf kalau Bapak banyak salah sama Seli.."


Kalimat penutup yang seakan meruntuhkan The Great Barrier Wall dalam diriku. Cukup dengan satu permintaan maaf yang mewakilkan diri jadi penyembuh segala luka yang menjadi trauma menahun. Yang menciptakan jarak antara aku dan orang tuaku, yang membuat aku tidak betah tinggal dirumah. Dan memang privilege kayak gini aku dapat dengan cara  yang nggak mudah juga. Aku bisa menyelesaikan masalah dengan orang tua ku melalui datangnya masalah kebangkrutan terbesar. Harus tetap bisa mensyukuri hal baik dalam setiap hal buruk yang terjadi. Aku percaya hikmah selalu ada.



Disini aku cuman berniat sharing pengalamanku, aku yakin banyak sekali yang juga punya pengalaman yang sama, ada yang kadarnya lebih ringan dan bahkan lebih berat dari  yang aku alami. Setiap orang juga punya jalan berbeda dalam menghadapi trauma masing-masing. Mungkin ada yang akhirnya bisa menyembuhkan traumanya dengan melakukan sesuatu dan dapet kesempatan kayak aku, mungkin juga ada yang nggak punya kesempatan untuk speak up, yang jelas.. kita nggak boleh mengecilkan apa yang orang lain hadapi. We never know what other people are dealing with and how it feels.


Yang jelas, aku sebagai seseorang yang juga pernah punya pengalaman traumatis ingin selalu merangkul semua orang yang punya pengalaman yang sama. Kalian pasti punya cara tersendiri untuk terus tumbuh dan memotong rantai trauma itu. Kalian nggak akan membiarkan rasa sakit masa lalu mempengaruhi hidup kalian dimasa depan. Kalian nggak akan meneruskan perlakuan buruk yang kalian pernah terima kepada anak-anak yang berhak punya potensi kehidupan yang lebih baik. Semoga kalian selalu menemukan diri kalian lagi dan lagi, meski harus melawan rasa trauma itu setiap hari. Jangan menyerah ya.. Janji?



Love,


Chely