Rabu, 24 Juni 2020

Untuk dibaca Zac, Suatu Saat Nanti (1)



Zac, anakku sayang.. Pertama-tama mama mau minta maaf pagi ini harus seperti ini. I’ve tried my best but I know you deserve more..
Tenggorokanku masih tercekat, menahan kemarahan, kesedihan, kehancuran hati. Setiap melihat kamu seakan membenciku, melihat kamu berteriak nggak sayang sama aku. Aku tau kamu hanya marah, aku tau kamu nggak berniat menjudge, aku tau kamu tau apa kesalahanmu, aku tau kamu tau apa kesalahanku.


Ada rasa lega kamu bisa tumbuh jadi anak yang merasa aman mengutarakan perasaanmu sejujurnya. Hal yang sedari kecil aku pengen menjadi adalah jadi anak seperti kamu sekarang ini. Meski sering terasa sakit dalam hati ketika kamu bilang nggak sayang mama. Tapi aku tau, mama tau, Zac sayang sekali sama aku. Iya kan?


Dulu saat kecil, aku nggak pernah membenci Bapak dan Ibuk. Sampe saat ini pun aku dewasa, aku nggak pernah nggak sayang mereka. Meski beberapa hal yang pernah dilakukan membuatku marah, tapi aku nggak pernah bilang aku nggak sayang mereka. Seingatku, aku sudah mengerti bahwa kata-kata seperti itu akan membuat mereka sedih. Jadi diriku kecil, sampe diriku sedewasa ini dan menjadi seorang Ibu, aku nggak pernah mengatakan hal seperti itu ke mereka. If I can tell you what kind of our parent-child is : never express love, no bonding, never apologize, one-way communication: parents must be heard-children must listen.


Saat punya kamu, aku belajar dengan menggali diriku lebih dalam. Apa yang sebaiknya aku lakukan dan tidak. Banyak sekali hal terungkit kembali. Memori masa kecil yang tidak nyaman untuk dikenang. Aku tau itu sudah berlalu. Aku nggak pernah minta masa lalu itu ditebus sama sekali pun. Tapi rasa nggak nyaman ini bener-bener nyata. Ketika aku nggak ingin mengulang yang bagiku sebuah kesalahan orang tua di masa lalu, dalam hati rasanya tercekat. Ada yang mencekikku, masa laluku itu sendiri.


Aku rasa semua orang tua juga punya perasaan yang sama. Aku rasa kita semua belajar menjadi orang tua dengan menggali perasaan masa kecil kita. Apa yang dulu kita rasa nggak ingin diperlakukan, nggak akan kita lakukan ke anak. Sedangkan apa yang kita rasa sudah benar ditanamkan ketika kita kecil, kita tanamkan pula dengan lebih baik ke anak. Semua harapan kita punya dasar yang sama, ingin memberikan lebih baik dari yang pernah kita dapatkan dulu. Dan menginginkan anak kita lebih baik dari diri kita.


Diriku yang dewasa bilang, “ayo chel, belajar. Jangan mengeluarkan kata-kata kasar ya. Jangan pukul ya. Jangan cubit. Jangan sakitin Zac”. Lalu kamu nggak koperatif, kamu melawanku. Kamu berteriak, kamu membanting barang, kamu memukul mama didepan orang lain. Seakan kamu ngerasa akan ada yang membela, seakan kamu ngerasa aku akan sungkan untuk marah didepan orang lain. Nggak sakit sama sekali secara fisik. Tapi dalam hatiku kayak ada ingatan-ingatan rasa sakit yang sangat nyata, when they yell at me, hit me, pinch me, hurt me physically and verbally.


Dalam hatiku pengen memproyeksikan gambaran tentang ingatan akan kejadian-kejadian yang terungkit dan menimbulkan rasa nggak nyaman itu agar kamu tau, lihat, dan mengerti, bahwa aku pernah mendapat perlakuan tidak baik lho saat jadi kamu, dan aku sekarang nggak melakukan hal yang sama lho. Nihh, I gave you my best. I am the best mother for you. You should be a nice boy. Because I am a nice girl even I used to not get the best from my parents.


Aku nggak akan terlalu dengerin kata orang Zac, itu yang bikin aku bisa kuat, bertahan, dan bangkit lagi. Karena nggak banyak orang yang bener-bener bisa mengerti kita, merasa empati terhadap apa yang kita lalui dan hadapi, lebih banyak orang hanya bisa menilai dari sudut pandang mereka. Dan mengucapkan kata-kata mutiara yang membuatku muak. Tapi aku akan mendengarkanmu. Aku akan memberi penjelasan sampai tuntas. Aku akan siap berdebat, berdiskusi apapun denganmu, sampai kapanpun.


Aku nggak peduli orang berkomentar tentang aku Ibu macam apa. Aku nggak peduli mereka menilai aku terlalu sabar, atau terlalu jahat, atau terlalu idealis. Aku bukanlah bagaimana mereka menilaiku. Aku adalah diriku dengan segala yang telah aku alami dan hadapi. And I am is how I wanna be. Nggak akan ada yang benar-benar paham menjadi aku. Dan kalopun mereka mengalami dan merasakan apa yang aku rasakan, belum tentu mereka bisa lebih baik dari diriku saat ini. See? Kita sama kan Zac. Kita orang yang gigih dan teguh pendirian.


Terlalu lelah untuk mendengar semua hal yang dikatakan orang, baik maupun buruk. Bahkan ahli parenting sekalipun belum tentu bisa tau apa yang terbaik untuk anak orang lain. Inilah aku seorang Ibu yang juga bekerja. Yang punya banyak kekurangan, banyak sekali, predikat Ibu terbaik rasanya terlalu jauh dan nggak akan bisa pantas disematkan untukku. Aku yang selalu menangis setelah marah sama kamu, aku yang selalu hancur setelah menyakitimu, aku yang selalu bangkit lagi untuk menghadapimu dan diriku. Aku yang selalu, selalu, dan selalu mencintaimu. With my deepest heart.


Aku, orang tuamu, mamamu, aku satu-satunya yang berharap segala hal terbaik untukmu. Aku melakukan kesalahan, banyak sekali kesalahan yang nggak akan aku carikan pembenarannya, tapi aku akan terus belajar untukmu, untuk memperbaiki hal-hal, untuk menjadi dan memberi yang terbaik. Maaf, nggak bosannya aku minta maaf atas kesalahanku. Aku yakin kamu tau, kamu ngerti, perasaanku, maksud dan tujuanku. Aku yang sering nggak ngerti bahasa kamu, nggak melihat kondisi dari kacamatamu, nggak mengerti hal dibalik emosimu. Bantu aku, bantu mama ya Zac untuk bisa selalu mengerti kamu.



I love you, Zac


Chely

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hi ^^ Thank you for reading.. and your comment means a lot to me!
if you need a quick response please poke me on my Instagram @chelychelo :)