Selasa, 14 Juli 2020

BERPIKIR KRITIS

"Don't listen to the person who has the answers; listen to the person who has the questions."

- Albert Einstein -


Quotes yang mengawali postingan ini bikin aku mikir bahwa berarti, bahkan aku harus selalu mempertanyakan jawaban yang aku punya ya.. Dan itu yang bikin aku nggak merasa selamanya menjadi yang paling benar. Nggak selamanya aku harus dengerin diriku sendiri bahwa hal yang aku pegang selalu relevan.


Dari dulu aku selalu mempertanyakan hal-hal, kenapa bisa terjadi seperti itu, apa sih yang ada dibalik maksud seseorang ini, gimana biar masalah ini bisa nemuin solusi yang aku pahami sampe clear di aku, terus aku bisa jelasin sehingga orang lain bisa ngerti dan akhirnya bisa sepakat, atau bisa terjadi adanya saling kompromi satu sama lain.


Tapi ada kalanya dulu hasil pemikiranku itu nggak aku luapkan dan tuangkan ke dalam praktiknya. Seringkali aku pendam sendiri aja, entah biar bisa berdamai dengan keadaan, entah biar nggak terjadi pertikaian dengan orang lain, entah karena aku ngerasa nggak pantes aja buat bersuara.


Setelah melewati proses yang cukup panjang, sekarang ini aku ngerasa lebih berani bersuara. Aku berani punya pemikiran sendiri dan menyampaikannya. Meski seringkali harus terjadi pergesekan dengan orang lain, dan itu emang resiko yang wajar, tapi sejauh ini aku bisa handle dengan baik. Aku punya gas dan rem untuk bisa mengontrol seberapa jauh aku mempertahankan pemikirianku, seberapa jauh aku menanggapi perbedaan pendapat dengan orang lain.


Inilah hal yang lebih sulit dari berpikir kritis itu sendiri, yaitu ketika kita menyampaikan pemikiran kita ke orang lain. Karena nggak bisa dipungkiri emang perdebatan bisa sangat emosional ketika udah saling terpancing. Dan aku menghindari perdebatan yang udah ke arah nggak sehat. Ketika ada salah satu yang terbawa emosi, entah aku atau lawan bicaraku, harus ada yang notice untuk berhenti dulu.


Tapi ketika aku udah ngerasa lawan debatku ini udah nggak bisa diajak debat sehat, udah keliatan klo diem cuman untuk menunggu gilirannya mendebat neither being active listening, ya aku milih cukup sampe disitu aja sih, iyain aja biar cepet. Akan percuma kalo dilanjutin pun nggak akan nemu solusi yang dicari sebagai tujuan awalnya. Malah akan berimbas ke hubungan yang memburuk.


Toh aku juga nggak akan mau dipaksa asal sepakat gitu aja, at least aku udah coba ngerti dimana batasku. Dan cara untuk bisa notice satu hal yang menjadi fokus adalah impact, apakah hal yang aku perjuangkan punya impact yang baik untukku dan orang lain. That’s it. Kalo nggak, ya udah nggak perlu diperjuangkan untuk orang lain. Keep aja buat diterapkan diri sendiri di konteks yang tepat.

Jadi, critical thinking menurutku kalo dibuat alurnya kira-kira seperti ini :
Asking -> Searching for information -> Thinking -> Result of thought -> Application -> Impact


Proses critical thinking ini menurutku penting banget buat setiap orang disegala kondisi. Karena dengan ini, kita bisa melihat suatu masalah dengan lebih luas. Dan harusnya kita akan lebih bisa menghargai perbedaan pandangan karena kita terbiasa merunut pemikiran kita sendiri, jadi kita juga ga kesulitan untuk mencoba merunut pikiran orang lain.


Sebuah isi dari buah pemikiran adalah konten, sedangkan kondisi dimana pemikiran itu diterapkan adalah konteks. Jadi paling penting untuk diperhatikan adalah konteksnya dulu, baru konten. Karena belum tentu konten yang baik bisa diterapkan dengan tepat di konteks tertentu. Untuk itu, konteks dan konten ini saling beriringan.


Contohnya : Ada pria merokok dilantai dua sebuah restoran, sedangkan aku membawa anak makan dilantai dua resto tersebut karena ingin suasana outdoor. Secara implisit seharusnya pria tersebut tidak merokok ketika ada anak disekitarnya. Tapi karena dilantai dua tersebut memang ditujukan untuk smoking area, akan menjadi tidak tepat kalo aku menegur pria tersebut.


Jika dirunut, makan di restoran adalah konten. Konteksnya adalah area outdoor dilantai 2 restoran yang merupakan smoking area. Pertanyaan yang timbul, kenapa sih pria tersebut merokok didekat anakku? Kalo aku menegur dia, pasti dia menjawab karena memang disitu adalah smoking area. Jadi, lebih tepat untuk membujuk anakku turun ke lantai 1 biar ga kena asap rokok.


Meskipun aku ngotot marah-marah karena pria itu merokok didekat anakku, akan semakin terlihat konyol dan berpikiran dangkal karena aku memaksakan pemikiranku yang tidak sesuai dengan konteks meskipun yang aku perjuangkan adalah hal yang benar (tidak merokok di dekat anak demi haknya bernapas dengan udara bersih). Itulah pentingnya berpikir kritis dalam segala hal, untuk lebih menganalisa berbagai sudut pandang.


Dengan begitu kita memposisikan kita dengan helicopter's point of view. Kita bisa merunut pikiran kita sendiri, bahkan juga bisa menerima pikiran orang lain yang berbeda dengan pandangan kita. Kita nggak bakal gampang goyah dan bisa menjelaskan karena kita tau apa alasan kita atas pikiran yang kita pegang kuat. Kita juga bisa lebih menghargai apa yang dipegang kuat oleh orang lain, karena pemikiran kita sangat dipengaruhi oleh apa yang telah terjadi dan dialami selama hidup.


Ini masalah banyak sekali orang, lho!
Sering banget denger cerita hubungan memburuk hanya karena beda pendapat. Dimulai dari salah satu dan akhirnya bisa sama-sama emosional dalam menyampaikan pendapatnya. Padahal kalo kita bisa ngobrol dengan waras dan sadar, menaruh emosi dan ego jauh-jauh, fokus sama solusi, pasti bakal ada titik temunya kok. Entah itu salah satu dari yang terbaik, atau mengambil kesimpulan dari kompromi pendapat-pendapat yang berbeda.


Kenapa sih aku nggak gampang menjudge orang, mendahulukan untuk positive thinking, dan selalu mencari tahu apa alasan dibalik pemikiran seseorang. Karena aku juga mengalami rasanya nggak didengar keinginannya, nggak dipahami maksud tujuannya, bahkan di judge karena hanya dinilai dari apa yang terlihat dari luar. Aku ngalamin semuanya dan tau gimana rasanya. Jadi aku nggak mau orang lain ngerasain rasa nggak enak itu dari sikapku.


Jadi aku belajar untuk selalu berpikir kritis dan lebih berani untuk bersuara juga. Karena percuma ketika kita punya data tapi nggak disampaikan dengan kata. Sesuatu nggak akan bisa berubah jika bukan kita sendiri yang merubahnya. Tapi penting juga untuk berbicara sesuai dengan data, nggak cuman sekedar kata-kata. Nanti jadinya hanya berdebat untuk menang atas pembenaran. Bukan berdiskusi untuk mengkompromikan data yang paling tepat dalam suatu kondisi.


Semakin aku belajar berpikir kritis, semakin aku nggak nggumunan, semakin aku bisa menghargai orang lain dengan berbagai macam perbedaan cara berpikir, karena setiap orang punya pengalaman hidup yang berbeda. Sama sekali nggak ada yang sama. Jadi wajar banget kalo kita berbeda pendapat.


Dan punya pemikiran berbeda itu nggak apa-apa toh. Selama pemikiran itu nggak ngawur, dan bisa dipertanggungjawabkan. Karena syariatnya kan setiap orang pasti punya tujuan baik, dan kebaikan itu mutlak, harus dijalankan dengan cara yang benar pula. Kalo nggak, ya nggak bakal bisa tercapai tujuan kebaikannya. Pasti ada yang dirugikan.


To sum up, kita biasa berpikir orang lain bisa saja salah. Think otherwise. orang lain bisa saja benar bukan? sama juga sebaliknya. Mungkin saja kita yang benar, mungkin saja kita yang salah. dengan mindset yang open-minded, kita bisa memulai berpikir kritis dengan menerima segala kemungkinan yang ada. Seperti quotes penutup ini.

"We cannot solve our problems with the same thinking we used when we created them."

- Albert Einstein- 


Love,


Chely

Selasa, 30 Juni 2020

5TH YEARS MARRIAGE



Bulan Agustus nanti pernikahanku berusia 5 tahun. Aku nggak pengen bilang “nggak berasa ya..”, karena semua prosesnya terasa buatku. Proses tahun pertama, kedua, dan seterusnya pernah aku tulis singkat sebelumnya.


Meski tahun ini baru berjalan setengahnya, rumah tangga kami banyak disibukkan dengan hal-hal yang cukup berat. Bukan tidak bersyukur, tapi aku rasa setiap orang juga mengalami hal-hal buruk dengan pasangan jika mau jujur, pernikahan nggak hanya diisi dengan hal-hal manis imajinasi dari manten anyar. aku anggap saja begitu untuk selalu eling kalo diatas langit masih ada langit, sebaliknya juga banyak yang lebih menderita dari diri kita. Tentu saja dengan begitu aku bisa lebih mengingat lebih banyak hal-hal yang bisa disyukuri.


Itu pula yang awalnya membuat masing-masing sibuk dengan diri sendiri dan tidak menyadari jarak yang semakin menjauhkan kami. Aku menyadari, beberapa kali mencoba untuk mengkomunikasikan, tidak selalu mulus. Tapi bukan Chely jika membiarkan berlarut-larut hal yang aku tau akan menjadi buruk, jadi aku coba terus buat ngobrolin sama Yoki dibeberapa kesempatan. I always try to fix every lil things.


Terakhir semalam, kami terpancing karena hal kecil. Hal sepele. Begitulah sebuah rumah tangga, penuh dengan hal-hal kecil yang bermasalah. Aku tau jalan pikiran YK, aku tau bagaimana cara menggiring agar dia mengerti inti permasalahan, aku tau cara mengajaknya berkompromi tentang solusi. Aku tau. YK pun sebenernya tau apa yang terbaik, tau apa yang harus diprioritaskan, tau apa yang aku maksud, dia tau.


Yang aku sudah tau dan selalu saja tak bisa tahan adalah saat dia menginterupsi setiap aku bicara, saat dia mendebatku dengan kata tanpa data hanya untuk memenangkan pembenaran, saat dia melakukan itu semua dengan bahasa tubuh “aku sedang tidak mencintaimu”. Hal-hal itu yang membuatku merasa berjalan sendirian.


Sedangkan aku, disaat seburuk apapun, berusaha berkata dengan bahasa dan sikap terbaik, berusaha melihat dirinya dengan pandangan terbaik, berusaha mengontrol intonasi suara, berusaha selalu mengingat bahwa dia orang yang membuatku mau bilang “Yes I do”. 


Sampai di titik terlelahku mengartikan dan mengertikan YK, aku hanya diam dan memandanginya. Kebetulan semalem aku juga lagi nggak fit. Seluruh badanku sakit, dan beberapa hari kurang tidur. Aku nggak ada tenaga lebih untuk berperan lebih dari perasaanku yang sebenernya. Jadi aku cuma bisa nangis. Dia terdiam.


Beberapa saat kemudian setelah lega, aku diam memandangi wajahnya. Menunggu cukup lama karena tidak ingin mendominasi. Dia minta maaf. Aku bilang nggak perlu minta maaf ketika kamu tidak merasa bersalah. Karena memang aku butuh diskusi yang membuat kami bisa benar-benar memahami keadaan dan saling berkompromi. Bukan minta maaf hanya untuk men-skip permasalahan. Lalu YK mengakui, cara dia menanggapi komunikasi kurang baik. Oke. Itu cukup untuk saat ini. Menyadari dan mengakui apa yang salah dari diri itu butuh keberanian, dan aku hargai itu.


Tapi aku menarik garis sejarah kami. Iya memang awal kenal YK dulu dia orang yang kurang bisa berkomunikasi dengan baik, iya dulu dia orang yang sangat keras kepala dan cenderung angkuh. Tapi aku sadar, YK sadar, kami sadar, aku bisa melengkapinya disitu. Aku bisa membuatnya menyadari kekurangannya, aku bisa membantunya dalam menganalisa sebuah masalah dengan pikiran yang lebih terbuka. Sebaliknya YK juga punya kelebihan dalam hal mendengar dan berempati, dia membuatku merasa benar-benar didengarkan dan dimengerti disaat aku masih seseorang yang sangat tertutup dan terlalu keras dengan diriku sendiri.


Aku bisa memproyeksikan masa depan, seharusnya YK bisa jadi orang yang lebih bisa berkomunikasi dengan cara yang baik. Seharusnya aku bisa nggak merasa sendirian lagi menghadapi hal-hal.  Kami bisa saling bertumbuh seiring berjalannya waktu. And here we are, aku sudah semakin menjadi orang yang terbuka dari sebelumnya, YK yang aku yakin juga sekarang lebih bisa berkomunikasi dengan baik ke siapapun. Harusnya hal seperti semalam tidak harus terjadi lagi.


Selamanya terlalu lama untuk tidak kita perbaiki mulai dari hal-hal kecil. I mean, pernikahan itu adalah komitmen untuk bisa menjalani hidup bersama selama-lamanya bukan? Di tahun ke-5 ini aku belajar sesuatu, bahwa komunikasi yang sudah saling kita pelajari dengan baik dengan pasangan bisa memburuk karena suatu kelengahan. Kelengahan bisa terjadi ketika kita menganggap enteng suatu hal, yang dalam hal ini adalah pasangan kita.

Baca : Perdebatan Rumah Tangga


Biasanya ini terjadi setelah tahun-tahun awal terlewati. Ketika kita sudah merasa pasangan kita mengerti kita. Aku orang yang membebaskan pasanganku. Aku suka melihat seseorang yang aku cintai menjadi dirinya sendiri. Sebebas-bebasnya. Dalam artian dia bisa nyaman dengan dirinya sendiri, disaat aku disisinya atau pun tidak. Aku ingin menanamkan sebuah “keintiman” hubungan dengan rasa TRUST yang besar. Saling percaya dan tau peran masing-masing.


Karena dengan menikah, kita harus punya tujuan yang sama. Dan karena kita sudah saling tau tujuan kita sama, aku bebaskan dia menjaga trust itu dengan caranya. Begitu juga denganku. Karena pasti banyak perbedaan cara, pandangan, dan prinsip. Tapi selama kita punya tujuan yang sama, kita pasti selalu berusaha menyatukan jalan agar bisa tercapai.


Meski detik ini masih terasa terjal dan melelahkan, masih terlihat buram, aku yakin akan datang momentum untuk kita bangkit lagi. Dan setelah momen kebangkitan itu datang, semua akan terlihat lebih jelas lagi, semua akan membaik. Karena memang begitulah perputaran hidup. Jadi jalani saja saat ini, hadapi saja yang terjadi. Selesaikan menit demi menit peran kita. And then do the next right thing.


Kerjakan saja tugas kita sebagai apa saat ini, seorang ibu, seorang istri, seorang anak dan menantu, seorang pekerja, seorang sahabat, seorang yang dapat bermanfaat untuk seorang lain. Aku tau saat ini terasa berat, tapi aku juga yakin ini akan terlewati. Bertahanlah.. karena bisa saja harapan orang lain bisa hidup kembali hanya dengan melihatmu bertahan.



"Love doesn't consist of gazing at each other. It consists in looking together in the same direction."
Antoine de Saint-Exupery 

Love,

Chely



Rabu, 24 Juni 2020

Untuk dibaca Zac, Suatu Saat Nanti (1)



Zac, anakku sayang.. Pertama-tama mama mau minta maaf pagi ini harus seperti ini. I’ve tried my best but I know you deserve more..
Tenggorokanku masih tercekat, menahan kemarahan, kesedihan, kehancuran hati. Setiap melihat kamu seakan membenciku, melihat kamu berteriak nggak sayang sama aku. Aku tau kamu hanya marah, aku tau kamu nggak berniat menjudge, aku tau kamu tau apa kesalahanmu, aku tau kamu tau apa kesalahanku.


Ada rasa lega kamu bisa tumbuh jadi anak yang merasa aman mengutarakan perasaanmu sejujurnya. Hal yang sedari kecil aku pengen menjadi adalah jadi anak seperti kamu sekarang ini. Meski sering terasa sakit dalam hati ketika kamu bilang nggak sayang mama. Tapi aku tau, mama tau, Zac sayang sekali sama aku. Iya kan?


Dulu saat kecil, aku nggak pernah membenci Bapak dan Ibuk. Sampe saat ini pun aku dewasa, aku nggak pernah nggak sayang mereka. Meski beberapa hal yang pernah dilakukan membuatku marah, tapi aku nggak pernah bilang aku nggak sayang mereka. Seingatku, aku sudah mengerti bahwa kata-kata seperti itu akan membuat mereka sedih. Jadi diriku kecil, sampe diriku sedewasa ini dan menjadi seorang Ibu, aku nggak pernah mengatakan hal seperti itu ke mereka. If I can tell you what kind of our parent-child is : never express love, no bonding, never apologize, one-way communication: parents must be heard-children must listen.


Saat punya kamu, aku belajar dengan menggali diriku lebih dalam. Apa yang sebaiknya aku lakukan dan tidak. Banyak sekali hal terungkit kembali. Memori masa kecil yang tidak nyaman untuk dikenang. Aku tau itu sudah berlalu. Aku nggak pernah minta masa lalu itu ditebus sama sekali pun. Tapi rasa nggak nyaman ini bener-bener nyata. Ketika aku nggak ingin mengulang yang bagiku sebuah kesalahan orang tua di masa lalu, dalam hati rasanya tercekat. Ada yang mencekikku, masa laluku itu sendiri.


Aku rasa semua orang tua juga punya perasaan yang sama. Aku rasa kita semua belajar menjadi orang tua dengan menggali perasaan masa kecil kita. Apa yang dulu kita rasa nggak ingin diperlakukan, nggak akan kita lakukan ke anak. Sedangkan apa yang kita rasa sudah benar ditanamkan ketika kita kecil, kita tanamkan pula dengan lebih baik ke anak. Semua harapan kita punya dasar yang sama, ingin memberikan lebih baik dari yang pernah kita dapatkan dulu. Dan menginginkan anak kita lebih baik dari diri kita.


Diriku yang dewasa bilang, “ayo chel, belajar. Jangan mengeluarkan kata-kata kasar ya. Jangan pukul ya. Jangan cubit. Jangan sakitin Zac”. Lalu kamu nggak koperatif, kamu melawanku. Kamu berteriak, kamu membanting barang, kamu memukul mama didepan orang lain. Seakan kamu ngerasa akan ada yang membela, seakan kamu ngerasa aku akan sungkan untuk marah didepan orang lain. Nggak sakit sama sekali secara fisik. Tapi dalam hatiku kayak ada ingatan-ingatan rasa sakit yang sangat nyata, when they yell at me, hit me, pinch me, hurt me physically and verbally.


Dalam hatiku pengen memproyeksikan gambaran tentang ingatan akan kejadian-kejadian yang terungkit dan menimbulkan rasa nggak nyaman itu agar kamu tau, lihat, dan mengerti, bahwa aku pernah mendapat perlakuan tidak baik lho saat jadi kamu, dan aku sekarang nggak melakukan hal yang sama lho. Nihh, I gave you my best. I am the best mother for you. You should be a nice boy. Because I am a nice girl even I used to not get the best from my parents.


Aku nggak akan terlalu dengerin kata orang Zac, itu yang bikin aku bisa kuat, bertahan, dan bangkit lagi. Karena nggak banyak orang yang bener-bener bisa mengerti kita, merasa empati terhadap apa yang kita lalui dan hadapi, lebih banyak orang hanya bisa menilai dari sudut pandang mereka. Dan mengucapkan kata-kata mutiara yang membuatku muak. Tapi aku akan mendengarkanmu. Aku akan memberi penjelasan sampai tuntas. Aku akan siap berdebat, berdiskusi apapun denganmu, sampai kapanpun.


Aku nggak peduli orang berkomentar tentang aku Ibu macam apa. Aku nggak peduli mereka menilai aku terlalu sabar, atau terlalu jahat, atau terlalu idealis. Aku bukanlah bagaimana mereka menilaiku. Aku adalah diriku dengan segala yang telah aku alami dan hadapi. And I am is how I wanna be. Nggak akan ada yang benar-benar paham menjadi aku. Dan kalopun mereka mengalami dan merasakan apa yang aku rasakan, belum tentu mereka bisa lebih baik dari diriku saat ini. See? Kita sama kan Zac. Kita orang yang gigih dan teguh pendirian.


Terlalu lelah untuk mendengar semua hal yang dikatakan orang, baik maupun buruk. Bahkan ahli parenting sekalipun belum tentu bisa tau apa yang terbaik untuk anak orang lain. Inilah aku seorang Ibu yang juga bekerja. Yang punya banyak kekurangan, banyak sekali, predikat Ibu terbaik rasanya terlalu jauh dan nggak akan bisa pantas disematkan untukku. Aku yang selalu menangis setelah marah sama kamu, aku yang selalu hancur setelah menyakitimu, aku yang selalu bangkit lagi untuk menghadapimu dan diriku. Aku yang selalu, selalu, dan selalu mencintaimu. With my deepest heart.


Aku, orang tuamu, mamamu, aku satu-satunya yang berharap segala hal terbaik untukmu. Aku melakukan kesalahan, banyak sekali kesalahan yang nggak akan aku carikan pembenarannya, tapi aku akan terus belajar untukmu, untuk memperbaiki hal-hal, untuk menjadi dan memberi yang terbaik. Maaf, nggak bosannya aku minta maaf atas kesalahanku. Aku yakin kamu tau, kamu ngerti, perasaanku, maksud dan tujuanku. Aku yang sering nggak ngerti bahasa kamu, nggak melihat kondisi dari kacamatamu, nggak mengerti hal dibalik emosimu. Bantu aku, bantu mama ya Zac untuk bisa selalu mengerti kamu.



I love you, Zac


Chely

Selasa, 23 Juni 2020

"WHAT TO DO" LIST OF MINE (JUNE 2020)



Awal tahun kemarin nggak bikin resolusi tahunan karena pusing banget disamperin masalah bertubi-tubi. Fokus dulu nyelesaiin satu-satu dan self-defense biar tetep waras. Alhamdulillah udah mulai bisa menata hati dan hidup meski udah kehilangan banyak hal. Mulai bisa bangun pagi dengan hati yang lebih tenang lagi. Mulai hidup dari awal lagi.


Banyak kebiasaan yang mulai berubah. Ditambah sekarang udah new normal. Bener-bener bisa menjiwai istilah New Normal. Dan mulai notice hal-hal yang berantakan, jadi mau nata lagi biar bisa balik ke track seharusnya. Nggak apa-apa mulai dari awal, semoga masih dikasih waktu sama Allah buat menjalankan tugasku di dunia.

Kok jadi agak serius ya intronya.. hehehe.

Agak deg-deg an bikin list resolusi. Bangun dari jatuh itu emang lebih susah rasanya daripada merasa terlahir dari bawah ya? Karena kita kayak dipaksa mundur kebelakang padahal kita udah pernah jalan jauh banget ke depan. It’s ok chel.. all is well.. tenang.. fuhh..


Jadi ini hal-hal yang mau dicapai, yang mau aku lakuin mulai detik ini. As always, aku posting ini sebagai pengingatku sendiri biar lebih bertanggungjawab sama rencana yang aku buat. Nggak hanya jadi sekedar bayangan aja. And, here we go..

  • Rutin Tahajud
  • Rutin Dhuha udah kebantu banget di kerjaan kantor sekarang ini jadi sering inget nggak kelupaan. Tapi.. Apa hanya aku yang bisa bangun malem hanya untuk pipis dan tidur lagi? Cung jama’ah cung..

  • Puasa Senin-Kamis
  • Ini dulu udah kebiasaan rutin. Entah sejak kapan ya jadi ilang kebiasaannya. Pengen coba rutin lagi sembari bayar utang ramadhan kemarin dah. Tulis aja dulu sambil diusahain lagi.

  • Belajar (Arti bacaan sholat, Gitar, Make up)
  • Mitosnya Capricornus itu orangnya restless ya? Ehehe iya bener sih. Rasanya kalo ada waktu luang tuh pengennya nggak diem. Yaudah dipake upgrade diri aja. Lagi difokusin pengen belajar 3 hal ini. Why? Because i don’t see why not. Kenapa konsen ke belajar mahamin arti bacaan sholat? Biar lebih khusyu’ harapannya.. (aamiin). Kalo belajar gitar sebenernya udah dari duluuu banget belum kesampaian. Belajar make up ya biar tampilannya ke upgrade juga, berasa banget muka gini-gini aja sejak SMP (+_+) heheu

  • Financial Planning
  • Ini udah belajar dari tahun lalu. Poin-poin penting yang harus disiapkan udah tau, tinggal lebih mahamin lagi tiap instrumen yang mau dipake dan menata ulang alokasi pendapatan & pengeluaran karena kan emang mulai lagi dari minus. Ndak papa.. semangat!

  • Ajarin Zac Calistung
  • Juli ini Zac udah 4 tahun. Tahun depan waktunya sekolah TK. Udah bisa angka 1-10 in English and Bahasa. Bisa penjumlahan dan pengurangan sederhana. Huruf cuman tau Z doang masih. Pelan-pelan aja belajarnya toh sebenernya seusia Zac masih waktunya main-main. Menulis juga masih belum terlalu minat, dulu dia suka coret-coret, tapi sekarang kayak kehilangan minat jadi harus latihan motorik halusnya dulu kayaknya.

  • Ajarin Zac mandiri
  • Sejauh makan, mandi dan cebok sendiri sih. Karena kan udah mau sekolah. Nanti pasti ada kegiatan bawa bekal dan makan disekolah, pasti juga nanti harus ke toilet sesekali pas disekolah, harapannya sih bisa cebok sendiri ga perlu dibantu guru/orang lain.

  • Cari sekolah Zac
  • Ini masih belum mulai sama sekali. Orang tua udah nyuruh yang paling deket dari rumah, karena kan bakalan yang anter jemput kalo aku kerja. Tapi rasanya berat juga kalo milih sekolah hanya berdasarkan jarak terdekat. Huhu. Pengennya yang pasti cara mengajarnya bagus, pembelajarannya berkembang mengikuti jaman, harga sesuai kemampuan, jarak ga terlalu jauh. Wish me luck.


Kemarin udah posting duluan jadwal yang lebih rinci dalam satu harinya.

Aku percaya satu langkah setiap hari itu berarti, that’s why I made this list, biar tau arah langkahnya, karena namanya manusia kan sering lupa. Udah bikin gini aja pasti ada kalanya semangat surut buat mencapainya. Tapi dengan begini kita inget, kita tau, ada tujuan yang udah nungguin didepan. Jadi nggak buta arah sama sekali gitu lah. Yuk bikin juga, di notes HP boleh, di print tempel kamar juga boleh.
Semangat ya!
Tenang.. aku temenin.


Love,


Chely

Senin, 22 Juni 2020

TENTANG SELALU MENCARI DAN MENEMUKAN




Pernah denger nggak, pernyataan tentang tujuan hidup itu adalah untuk bahagia? Apa iya tujuan hidup sejatinya adalah untuk mencari bahagia? Karena dengan berjalannya waktu, semakin mencari sebuah kebahagiaan untuk hidup didunia, yang aku dapetin semakin semu. Iya. Kebahagiaan yang sementara. Yang nggak bisa dihayati dengan sebenar-benarnya hati.


Setiap orang punya jalan hidupnya masing-masing, dan aku udah ngalamin banyak hal selama ini. Ketika aku mengingat tentang darimana kebahagiaan-kebahagiaan yang aku dapetin dalam hidup, kalau dirangkum, akan jadi 3 kata, yaitu “menerima, memberi, dan berkorban”. Yup. Rasanya, kebahagiaan berputar di 3 siklus itu. Kita nggak bisa hanya melakukan salah satu hal aja buat dapetin kebahagiaan yang sejati.


Contoh luasnya, ketika aku mendapatkan hal yang aku mau, tapi disisi lain kebahagiaanku berada diatas penderitaan orang lain. Hilanglah esensi bahagianya, hanya terasa dikecapan pertama. Sedangkan ketika aku memberikan sesuatu yang membuat orang lain bahagia, hal itu juga bisa membuatku merasa bahagia. Meski ada hal  yang harus dikorbankan sekalipun. Kalian pasti udah bisa membayangkan contohnya sesuai kejadian di pengalaman hidup masing-masing kan?


Aku orang yang restless and realistic. Nggak pernah berhenti memikirkan, mempertanyakan, melakukan hal-hal nyata. Aku nggak suka banyak-banyak berkhayal, melamunkan imajinasi terlalu jauh. Berdo’a pun aku lebih banyak dengan sikap nyata. I mean, aku jarang banget merapal banyak do’a dengan kata-kata, “Tuhan, aku ingin bisa ini, aku mau dapet itu..”.


Mungkin setiap orang punya cara berbeda dalam berkomunikasi dengan Tuhan dan itu sah-sah aja. Aku lebih condong ke bercerita secara personal, ngobrol sama Tuhan. Terimakasih kepada Tuhan atas segala yang diberikan, memuji kebesaran-Nya, memohon ampun atas segala khilafku, mohon penjagaan untuk orang-orang tersayang dan yang paling sering ya minta petunjuk atas hal-hal yang nggak aku ketahui.


Aku orang yang nggak gampang manut hanya dengan sebuah kata-kata mutiara. Aku harus paham akan sesuatu agar bisa melaksanakannya. Nggak jarang juga butuh waktu dan proses yang panjang untuk sekedar mendapatkan jawaban dari persoalan yang dihadapi. Dan tiap prosesnya seringkali aku sering lupa sebagai manusia. Tapi akhirnya Tuhan selalu hadir, selalu ada, dan selalu dekat.


Tulisan ini sebenernya hanya tumpahan dari sebuah keresahan, jadi aku sendiri nggak tau temanya apa. Aku hanya mengetikkan tiap kata dari pikiran dan hati yang sedang ingin berbicara. Aku kayak lagi mengurai benang kusut lewat tulisan. Karena kalo hanya dipikirkan rasanya nggak bisa terurai.


Satu hal yang sedang aku rasain saat ini, aku sedang merasakan kepedulian yang sangat besar terhadap sesuatu. Kepedulian yang cenderung menjadi keinginan akan hal tersebut terwujud sesuai yang aku ingini. Dengan segala hal bertentangan yang menghadang pula. Seperti yang aku bilang sebelumnya, aku jarang merangkai do’a dalam kata, tapi aku melakukan segala cara, segala effort terbaik, dan segala kegagalan yang aku dapati juga.


Aku mempertanyakan pada Tuhan, apa maksud dari ini semua? Apa yang sebenarnya harus aku lakukan? Jika aku harus nggak ngelakuin apapun, kenapa hati ini terusik dengan suatu keadaan yang aku sendiri nggak tau sebagai apa harus berperan? Tapi jika aku mau ngelakuin sesuatu, kenapa banyak hal lain yang harus dikorbankan? Aku mungkin bisa saja mengorbankan diriku, tapi aku nggak akan bisa mengorbankan orang lain.


Setelah bergelut dengan kemelut, semesta memberikan satu demi satu petunjuk, waktu perlahan membisikkan jawaban. Ternyata nggak semua hal harus aku yang mengusahakan, ternyata nggak semua goals harus diraih dengan sukses. Ternyata segala hal yang terjadi disaat kita sedang berproses lah yang paling banyak pelajaran dan hikmahnya. Bisa mengambil pelajaran itu lah sebuah tujuan yang nyata dalam suatu perjalanan.


Semakin sadar bahwa aku harus bisa seimbang antara keinginan mencapai tujuan dengan kepasrahan pada Sang Pemilik, semakin kecil ambisiku untuk semata mengejar goals tersebut, semakin aku menikmati pelajaran yang bisa aku petik dari perjalanan memperjuangkannya, semakin inget kalo segalanya adalah milik Tuhan. Maka kalo kita sangat amat merindukan tujuan itu, mintalah pada Tuhan yang Maha Pemilik seisi semesta ini. Jadi sekarang ini, aku hanya mencoba menjalankan tugasku, dan menyerahkan hasilnya sesuai yang Tuhan mau.



Love,

Chely